USD Melemah di Tengah Volatilitas Rendah, Harga Minyak Turun Jadi Ancaman Baru

Dolar AS menghadapi tekanan di tengah volatilitas rendah, prospek pemangkasan suku bunga The Fed, serta harga minyak yang terus turun. Simak analisis lengkap pergerakan USD, dampak ISM Services, hingga risiko geopolitik global.

PipTrail – Pasar keuangan global saat ini tengah memasuki fase tenang, dengan volatilitas yang semakin menurun di hampir seluruh kelas aset. Kondisi ini membuat investor lebih percaya diri bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali lagi di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan penurunan tambahan sebesar 50 basis poin pada tahun 2026.

Ketidakpastian yang biasanya tercermin dalam volatilitas pasar kini mereda, terutama pada suku bunga AS yang sering menjadi acuan utama pergerakan volatilitas global. Namun, penundaan rilis data ekonomi besar seperti laporan ketenagakerjaan AS membuat pelaku pasar kesulitan membaca keseimbangan antara inflasi yang masih membandel dan pasar tenaga kerja yang mulai melemah.

Alih-alih fokus pada data ekonomi, perhatian investor justru teralihkan pada reli sektor teknologi, khususnya terkait kecerdasan buatan (AI), yang terus mendorong optimisme pasar ekuitas. Menurut Chris Turner, analis valuta asing dari ING, kondisi ini membuat USD kehilangan momentum sebagai aset safe haven.

Carry Trade Masih Jadi Daya Tarik

Volatilitas yang rendah membuat strategi carry trade kembali populer di pasar forex. Beberapa mata uang seperti lira Turki, pound Mesir, dan forint Hungaria masih menjadi favorit investor.

  • Lira Turki meski penuh risiko, tetap menarik karena menawarkan imbal hasil tinggi.

  • Pound Mesir terus menguat walaupun suku bunga domestiknya dipangkas 100 basis poin.

  • Forint Hungaria masih menjadi penerima arus carry trade karena kombinasi suku bunga tinggi dan stabilitas yang relatif terjaga.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa investor mencari keuntungan dari selisih suku bunga di tengah minimnya ketidakpastian global.

Indeks Dolar AS Tertekan

Indeks dolar (DXY) saat ini berhenti di sekitar level 98, menunjukkan kurangnya arah yang jelas. Rilis data ISM Services PMI bulan September diperkirakan tidak akan memberikan dampak besar, mengingat ekspektasi pasar sudah terbentuk sebelumnya.

Selain itu, sejumlah pejabat bank sentral akan berbicara dalam simposium di Amsterdam, termasuk John Williams dari The Fed serta Stephen Miran yang dikenal sangat dovish. Namun, perdebatan mengenai siapa kandidat Ketua The Fed berikutnya tampaknya masih belum menjadi fokus utama pasar.

Menurut spekulasi, kandidat yang berpeluang adalah Christopher Waller (12%), Kevin Warsh (10%), dan Kevin Hassett (9%). Walau begitu, isu ini kemungkinan baru akan kembali menjadi sorotan setelah pasar memiliki kepastian arah kebijakan moneter The Fed.

Risiko Akhir Pekan: Yen Jepang dan OPEC+

Investor juga perlu mengantisipasi sejumlah risiko dari peristiwa akhir pekan:

  1. Pemilihan Kepemimpinan LDP Jepang
    Hasil pemilihan akan memengaruhi outlook yen. Jika Sanae Takaichi menang, pasar menilai yen akan lebih bearish dibandingkan dengan Shinjiro Koizumi. Sementara itu, peluang Bank of Japan (BoJ) menaikkan suku bunga pada akhir bulan masih sekitar 60%. Saat ini, yen dinilai undervalued sehingga berpotensi mendapat dorongan beli jika terjadi kejutan kebijakan.

  2. Pertemuan OPEC+
    Pasar minyak juga menanti hasil pertemuan produsen utama minyak dunia. Arab Saudi disebut akan berupaya meningkatkan pasokan demi merebut kembali pangsa pasar. Jika terjadi peningkatan suplai, harga minyak berpotensi melemah lebih jauh.

Harga Minyak Turun: Sinyal Buruk bagi Dolar AS

Harga minyak dunia yang terus melemah menjadi faktor negatif tambahan bagi dolar AS. Biasanya, harga minyak yang rendah memperburuk prospek inflasi global sekaligus menekan daya tarik USD, terutama ketika pasar sudah mengantisipasi penurunan suku bunga The Fed.

Kombinasi antara rendahnya volatilitas, tren carry trade, ketidakpastian arah Fed, serta harga minyak yang melemah menempatkan USD dalam posisi yang rapuh. Jika data ekonomi AS yang tertunda akhirnya dirilis dengan hasil mengecewakan, maka tekanan pada dolar bisa semakin besar.

Secara keseluruhan, dolar AS saat ini berada di persimpangan penting. Di satu sisi, The Fed diperkirakan masih akan menurunkan suku bunga, yang berarti menambah beban bagi USD. Di sisi lain, harga minyak yang lebih rendah dan popularitas strategi carry trade semakin memperlemah posisinya.

Investor forex perlu mencermati data ekonomi AS berikutnya, perkembangan di Jepang terkait kebijakan yen, serta keputusan OPEC+ mengenai pasokan minyak. Faktor-faktor ini akan sangat menentukan arah pergerakan USD dalam beberapa pekan ke depan.

Dengan kondisi seperti ini, prospek jangka pendek USD cenderung melemah, kecuali jika ada kejutan positif dari data ekonomi AS atau perubahan kebijakan moneter mendadak.

Related Posts

Yen Jatuh ke Level Terendah 2 Bulan: Taruhan Pelonggaran Fiskal dan Dovish BoJ & The Fed Menjadi Pendorong

Yen Jepang melemah ke posisi terendah dalam dua bulan terhadap USD di tengah ekspektasi pelonggaran fiskal Jepang dan sinyal dovish dari BoJ & The Fed. Simak analisis teknikal dan faktor-faktor…

Rupiah Melemah ke Rp16.583: Dolar AS Menguat, Mata Uang Asia Terkoreksi

Nilai tukar rupiah ditutup melemah ke Rp16.583 per dolar AS pada Senin (6/10). Penguatan dolar AS dan sentimen hawkish The Fed membuat mata uang Asia tertekan. PipTrail –  Nilai tukar rupiah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *