Dolar AS tertahan di bawah resistance penting di tengah meningkatnya ketegangan tarif dari AS terhadap UE dan Meksiko. Investor global bersikap waspada menanti data inflasi dan keputusan The Fed berikutnya.
PipTrail – Dolar Amerika Serikat (USD) tengah menghadapi ujian berat di pasar global. Di tengah awal pekan yang penuh ketegangan, Greenback sempat menguat seiring sentimen risk-off akibat lonjakan tensi geopolitik. Namun, kekuatan itu langsung tergerus setelah Presiden AS Donald Trump meluncurkan ancaman tarif baru terhadap Uni Eropa dan Meksiko, menambah daftar negara yang menjadi target kebijakan proteksionisme Amerika.
Indeks Dolar (DXY) yang mengukur performa USD terhadap enam mata uang utama global, sempat bertengger mendekati level 98,00—resistance teknikal yang kuat. Sayangnya, hingga sesi perdagangan AS, DXY tak mampu menembus level tersebut dan malah terkonsolidasi di kisaran 97,90. Kelemahan dolar ini menjadi cerminan dari kecemasan pasar atas ketegangan dagang yang semakin meluas.
Trump Menebar Ancaman Tarif ke Seluruh Penjuru Dunia
Dalam gaya komunikasinya yang blak-blakan, Trump kembali memanaskan isu perdagangan. Kali ini, ia mengirim surat resmi ke Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum, memperingatkan bahwa Amerika Serikat akan menerapkan tarif sebesar 30% pada semua produk yang diimpor dari Uni Eropa dan Meksiko, mulai 1 Agustus.
Surat kepada UE berisi kecaman keras atas defisit neraca dagang yang menurut Trump tidak adil dan merugikan industri Amerika. Ia bahkan menegaskan bahwa jika UE membalas dengan kebijakan serupa, maka tarif akan ditingkatkan lagi dari baseline 30% menjadi level yang lebih tinggi sesuai eskalasi balasan.
Kepada Meksiko, Trump menautkan ancaman tarif dengan isu sensitif: perdagangan fentanyl dan peran kartel narkoba. Ia menuduh Meksiko gagal menahan arus perdagangan obat-obatan terlarang yang membanjiri wilayah Amerika Utara. Dalam retorika yang tajam, Trump menyebut Meksiko sebagai negara yang “masih membiarkan kartel menjalankan bisnis mereka dengan bebas.”
Meskipun kedua surat bernada tegas, Trump tetap membuka peluang negosiasi dengan menyebut bahwa tarif “bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung hubungan bilateral.”
Pasar Bereaksi Hati-hati: DXY Gagal Breakout
Sikap agresif Gedung Putih ini membuat pelaku pasar berhati-hati. Sentimen risiko langsung tertekan, membuat sebagian besar investor memilih menahan posisi sambil menanti kepastian lebih lanjut. Di sisi teknikal, DXY gagal breakout dari resistance yang sudah dua pekan terakhir dibidik para trader.
Kegagalan ini menandakan bahwa kekuatan dolar masih rapuh, terutama jika tekanan eksternal terus membebani. Secara umum, USD diperdagangkan mendatar hingga melemah tipis, mencerminkan ketidakpastian yang masih menggantung di pasar global.
Dinamika Global Memanas: Reaksi dari Eropa dan Meksiko
Respon dari Uni Eropa datang dengan nada diplomatik tapi tetap berisi. Von der Leyen menyatakan bahwa proposal tarif sebesar 30% sangat merusak arsitektur perdagangan transatlantik dan mengancam kestabilan rantai pasok global. Namun, demi menghindari konfrontasi langsung, UE menunda tarif balasan hingga batas waktu 1 Agustus, sembari terus membuka jalur dialog.
Sementara itu, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum membalas dengan narasi strategis. Ia menyebut tuduhan AS sebagai tidak adil dan menyatakan bahwa pemerintahnya sedang meningkatkan kerja sama keamanan serta memperkuat penindakan terhadap kartel narkoba. Namun, Meksiko juga menyampaikan keengganannya untuk membalas dengan tarif, dan menyatakan komitmennya pada jalur diplomatik.
Pengawasan Ketat ke The Fed: Inflasi Jadi Penentu
Ketegangan eksternal bukan satu-satunya masalah. Dari dalam negeri, The Fed kembali berada dalam tekanan politik setelah biaya proyek renovasi markas besar melonjak dari $1,9 miliar menjadi hampir $2,5 miliar. Hal ini membuat penasihat ekonomi Gedung Putih mempertimbangkan secara hukum apakah presiden memiliki wewenang untuk mencopot Ketua The Fed, Jerome Powell.
Tekanan ini mengancam independensi bank sentral, yang selama ini menjadi fondasi stabilitas ekonomi AS. Ketegangan ini semakin menyulitkan The Fed yang saat ini juga tengah berhadapan dengan tekanan inflasi dan kebijakan suku bunga yang harus diambil hati-hati.
Di tengah semua kegaduhan ini, data Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Juni yang akan dirilis pada hari Selasa menjadi perhatian utama pasar. Prediksi sementara menunjukkan inflasi inti dan headline sama-sama naik 0,3% month-on-month. Jika data melebihi ekspektasi, maka peluang untuk kenaikan suku bunga kembali terbuka—sesuatu yang bisa mendorong Dolar menguat kembali. Namun, jika data mengecewakan, USD kemungkinan akan mengalami tekanan lanjutan.
Dolar di Persimpangan Jalan
Dolar AS kini berada dalam situasi genting, diapit oleh ketegangan geopolitik eksternal dan tekanan politik domestik. Ketidakpastian mengenai arah tarif, respons mitra dagang global, serta arah kebijakan The Fed membuat pasar cenderung defensif. Meski secara teknikal masih kuat, kegagalan DXY menembus resistance menunjukkan rapuhnya momentum bullish.
Investor global kini menantikan dua hal penting: data inflasi Juni dan sikap akhir The Fed. Keduanya akan menjadi kunci bagi nasib dolar dalam beberapa pekan ke depan. Untuk sementara, strategi terbaik adalah menghindari risiko berlebihan dan menunggu konfirmasi arah pasar.