Perekonomian RI Tertekan Awal 2025: Daya Beli Melemah, Industri Kehilangan Arah

Riset LPEM UI ungkap ekonomi Indonesia melambat pada awal 2025 akibat melemahnya daya beli, penurunan produktivitas sektor industri, dan tantangan deindustrialisasi yang kian nyata.


PipTrail – Awal 2025, Ekonomi Indonesia Hadapi Tekanan Industri Lesu, Kelas Menengah Tergerus Memasuki kuartal pertama 2025, tanda-tanda perlambatan ekonomi Indonesia semakin nyata. Hal ini terungkap dalam laporan riset terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), yang dirilis pada Juni 2025 dalam publikasi berjudul Trade and Industry Brief Vol VIII No. 2.

Tim peneliti LPEM FEB UI menyoroti sejumlah indikator yang menunjukkan pelemahan ekonomi, mulai dari turunnya daya beli masyarakat, menyusutnya populasi kelas menengah, hingga stagnasi produktivitas di berbagai sektor strategis. Gejala ini bukan sekadar fenomena jangka pendek, tetapi berpotensi memengaruhi arah kebijakan ekonomi nasional ke depan.

“Pada awal 2025, Indonesia mulai menunjukkan gejala perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh tekanan terhadap daya beli masyarakat, mengecilnya kelompok kelas menengah, serta produktivitas sektoral yang menurun. Seluruh gejala tersebut tercermin dalam dinamika dunia industri dan ketenagakerjaan,” demikian kutipan laporan tersebut.

Deindustrialisasi Prematur Ancam Daya Saing

Salah satu isu utama yang disorot dalam laporan ini adalah kondisi sektor manufaktur. Sebagai sektor yang selama ini menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja, manufaktur justru mengalami tekanan hebat akibat fenomena yang disebut sebagai deindustrialisasi prematur—yakni penurunan kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menurunnya penyerapan tenaga kerja, serta stagnasi produktivitas.

Fenomena ini menjadi sinyal peringatan serius karena terjadi sebelum Indonesia mencapai status negara industri maju. Jika tidak ditangani dengan strategi yang tepat, deindustrialisasi prematur dapat melemahkan daya saing ekonomi nasional secara struktural.

Sektor Pertanian: Harapan yang Tertahan Tantangan

Di sisi lain, sektor pertanian yang selama ini dianggap sebagai penyelamat ekonomi daerah pun tidak luput dari sorotan. Laporan LPEM UI menyebutkan bahwa sektor ini masih dibelenggu berbagai kendala mendasar, mulai dari terbatasnya akses terhadap input produksi seperti benih dan pupuk, keterbatasan teknologi modern, hingga logistik yang belum efisien dan terbatasnya akses pembiayaan.

Belum lagi, sektor pertanian juga harus bersaing dengan serbuan komoditas impor yang seringkali datang dengan harga lebih murah, serta praktik perdagangan internasional yang tidak selalu adil. Semua ini menekan kemampuan sektor pertanian untuk berkembang dan berkontribusi lebih besar terhadap kesejahteraan petani dan perekonomian secara keseluruhan.

Tantangan Serius di Dunia Ketenagakerjaan

LPEM FEB UI juga menekankan pentingnya menjaga dan menciptakan lapangan kerja yang luas serta inklusif, terutama bagi kelompok berpendidikan rendah hingga menengah. Berdasarkan riset tersebut, sebagian besar angkatan kerja Indonesia—sekitar 75,2% atau lebih dari 108 juta orang—merupakan lulusan pendidikan menengah ke bawah.

Sayangnya, sebagian besar kebijakan industri dan ekonomi nasional saat ini belum secara strategis menyasar kelompok ini. Akibatnya, mereka berisiko terpinggirkan dari proses pembangunan jika tidak ada terobosan kebijakan yang tepat sasaran.

Lima sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja kelompok ini adalah:

  1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan – 40,76 juta pekerja

  2. Perdagangan besar dan eceran

  3. Industri pengolahan (manufaktur)

  4. Penyediaan akomodasi dan makanan-minuman

  5. Konstruksi

Kelima sektor tersebut menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial, terutama karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar meskipun tingkat pendidikannya masih terbatas.

Perlu Arah Baru,  Identifikasi Sektor Strategis dan Inklusif

Untuk menekan angka kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat, LPEM UI menyarankan agar pemerintah secara proaktif mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja skala besar yang juga inklusif bagi pekerja berpendidikan menengah ke bawah.

Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kebijakan hilirisasi sumber daya alam memang dinilai dapat membuka lapangan kerja dalam jumlah signifikan. Namun, keberhasilan program tersebut sangat tergantung pada eksekusi serta kecocokan dengan struktur angkatan kerja yang ada.

“Identifikasi sektor-sektor spesifik yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sangat penting, karena pada akhirnya inilah yang akan menjaga daya beli masyarakat serta meningkatkan penerimaan negara dalam jangka pendek, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dalam jangka menengah hingga panjang,” tulis tim peneliti.

Butuh Kebijakan yang Lebih Inklusif dan Terarah

Hasil riset LPEM FEB UI ini menjadi peringatan dini bagi para pembuat kebijakan. Di tengah ancaman perlambatan ekonomi, penting untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan angka makroekonomi, tetapi juga memperhatikan distribusi manfaat pertumbuhan tersebut—khususnya bagi kelompok rentan dan berpendidikan rendah.

Tanpa pergeseran strategi menuju kebijakan ekonomi yang lebih inklusif, Indonesia berisiko mengalami stagnasi ekonomi jangka panjang dan meningkatnya ketimpangan sosial. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan multidimensi yang tidak hanya mengandalkan satu sektor, tetapi menciptakan sinergi lintas sektor yang mampu memulihkan, mempertahankan, dan memperluas kesempatan kerja serta daya beli masyarakat secara menyeluruh.

Related Posts

Kemenkeu Pastikan Kepulangan Jemaah Haji 2025 Lancar dan Nyaman Lewat Layanan Bea Cukai Prima

Kementerian Keuangan pastikan kelancaran kepulangan jemaah haji 2025 dengan layanan kepabeanan optimal, fasilitas fiskal, dan edukasi aturan barang bawaan di 13 bandara utama. PipTrail – Kementerian Keuangan Republik Indonesia menunjukkan…

Bertikai Publik dengan Trump, Kekayaan Elon Musk Tergerus Rp438 Triliun Sehari

Setelah perseteruan sengit dengan Trump soal RUU fiskal, Elon Musk kehilangan sekitar USD 27 miliar (Rp438 triliun) seketika. Saham Tesla anjlok ~14% dan investor panik. PipTrail – Pada tanggal 5 Juni 2025,…

One thought on “Perekonomian RI Tertekan Awal 2025: Daya Beli Melemah, Industri Kehilangan Arah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *