
Harga Minyak WTI turun mendekati $60 di tengah peningkatan besar persediaan AS. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Laut Hitam berpotensi menahan penurunan lebih lanjut.
PipTrail – Harga Minyak WTI (West Texas Intermediate) melanjutkan penurunan tajam pada sesi perdagangan Asia hari Rabu, diperdagangkan di sekitar $60,00 per barel. Tekanan jual yang kuat ini muncul setelah laporan menunjukkan adanya lonjakan signifikan pada persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS). Kondisi ini menandai level terendah WTI dalam beberapa bulan terakhir, menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan pelaku pasar terhadap keseimbangan pasokan dan permintaan global.
Menurut sejumlah analis energi, penurunan Harga Minyak WTI dipicu oleh kombinasi faktor teknikal dan fundamental. Dari sisi fundamental, peningkatan pasokan yang besar memberikan tekanan kuat terhadap harga, sementara dari sisi teknikal, pelaku pasar juga melihat adanya potensi penurunan lanjutan apabila level psikologis $60 tidak mampu bertahan.
Kelemahan permintaan global, terutama dari Tiongkok dan Eropa, turut memperburuk sentimen pasar. Data manufaktur yang lemah di dua kawasan ekonomi besar tersebut memperlihatkan bahwa konsumsi energi belum pulih secara optimal, meskipun beberapa indikator ekonomi AS menunjukkan perbaikan.
Data API: Persediaan Minyak AS Naik 6,5 Juta Barel
Laporan terbaru dari American Petroleum Institute (API) pada Selasa (4/11) mencatat peningkatan mengejutkan sebesar 6,5 juta barel untuk pekan yang berakhir 31 Oktober. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan kenaikan di bawah 1 juta barel.
Kenaikan ini juga berbanding terbalik dengan penurunan 4 juta barel yang terjadi pada minggu sebelumnya. Lonjakan tersebut menunjukkan bahwa pasokan minyak mentah di AS kembali menumpuk, seiring dengan meningkatnya produksi dari ladang minyak di Texas dan North Dakota.
Menurut perhitungan Oilprice.com, total persediaan minyak mentah AS kini menunjukkan kenaikan bersih sekitar 3,6 juta barel sepanjang tahun 2025. Kondisi ini menandakan tren akumulasi pasokan yang berpotensi menekan Harga Minyak WTI lebih jauh dalam jangka pendek.
“Kenaikan persediaan yang signifikan ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik AS belum pulih sepenuhnya, meskipun aktivitas industri menunjukkan tanda pemulihan bertahap,” ujar seorang analis energi dari Reuters.
Beberapa pelaku pasar juga menyoroti bahwa konsumsi bahan bakar kendaraan di AS menurun dalam beberapa minggu terakhir, sementara ekspor minyak mentah ke Eropa dan Asia belum cukup kuat untuk menyerap kelebihan pasokan tersebut.
Faktor Geopolitik Batasi Penurunan Harga Minyak WTI
Meski tekanan dari sisi pasokan meningkat, risiko geopolitik tetap menjadi faktor penahan penurunan Harga Minyak WTI. Ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan Laut Hitam menimbulkan kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan global.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy baru-baru ini mengumumkan peningkatan operasi terhadap infrastruktur energi Rusia. Kyiv mengklaim telah melakukan serangan terhadap kilang Lukoil PJSC di Nizhny Novgorod, yang memproses sekitar 340.000 barel per hari minyak mentah untuk kebutuhan domestik Rusia. Selain itu, pabrik Tuapse dan Saratov juga dilaporkan menjadi target serangan dalam sepekan terakhir.
Eskalasi semacam ini menimbulkan kekhawatiran di pasar bahwa pasokan dari Rusia — salah satu produsen terbesar dunia — dapat terganggu. Hal ini berpotensi mendorong harga kembali naik jika terjadi gangguan serius terhadap infrastruktur produksi atau distribusi.
Selain Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, khususnya di sekitar wilayah Laut Merah dan Teluk Persia, juga menambah lapisan ketidakpastian baru bagi pasar energi. Setiap potensi konflik atau gangguan logistik di wilayah tersebut biasanya akan memberikan dorongan positif terhadap Harga Minyak WTI karena meningkatnya risiko pasokan global.
Ekspektasi Terhadap Laporan EIA
Fokus utama investor berikutnya tertuju pada laporan resmi dari Energy Information Administration (EIA) AS yang akan dirilis pada Rabu malam waktu setempat. Laporan EIA menjadi indikator penting bagi pelaku pasar karena memberikan data aktual mengenai persediaan, impor, ekspor, serta tingkat pemanfaatan kilang minyak di AS.
Jika laporan EIA mengonfirmasi lonjakan persediaan seperti yang disampaikan API, maka kemungkinan besar Harga Minyak WTI akan kembali menembus di bawah level $60 per barel. Namun, apabila data menunjukkan adanya penurunan stok atau kenaikan ekspor minyak mentah, harga bisa mengalami rebound jangka pendek.
Beberapa analis memperkirakan bahwa pasar mungkin akan melihat volatilitas tinggi setelah rilis laporan tersebut. Dalam kondisi seperti ini, pelaku pasar jangka pendek akan mencari peluang dari fluktuasi harga, sementara investor jangka panjang lebih berhati-hati menunggu konfirmasi tren baru.
Harga Minyak WTI Masih Rentan, Tapi Ada Potensi Rebound
Secara keseluruhan, tren Harga Minyak WTI saat ini masih berada dalam tekanan yang signifikan akibat meningkatnya persediaan AS dan lemahnya permintaan global. Namun, ketegangan geopolitik serta kemungkinan penurunan produksi dari beberapa negara anggota OPEC+ dapat menjadi faktor pendukung harga dalam beberapa pekan ke depan.
Investor disarankan untuk memperhatikan beberapa faktor utama berikut:
- Hasil laporan EIA AS, yang dapat menjadi pemicu utama pergerakan harga jangka pendek.
- Perkembangan geopolitik di Ukraina, Rusia, dan Timur Tengah yang berpotensi mengganggu pasokan global.
- Kebijakan produksi OPEC+, karena setiap keputusan pemotongan produksi dapat segera mempengaruhi sentimen pasar.
Dengan banyaknya variabel yang memengaruhi pasar energi global, Harga Minyak WTI diperkirakan akan tetap berfluktuasi dalam kisaran lebar hingga akhir tahun. Bagi investor dan pelaku industri, menjaga kewaspadaan terhadap data makro dan risiko geopolitik menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian pasar minyak dunia.





