
Menteri Pertanian menyebut rupiah bisa menguat hingga Rp1.000 per dolar AS dengan hilirisasi komoditas. Namun, ekonom menyebut prediksi itu tidak realistis. Simak ulasannya.
PipTrail – Pernyataan mengejutkan datang dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang menyebut bahwa nilai tukar rupiah berpotensi menguat hingga mencapai Rp1.000 per dolar AS jika hilirisasi komoditas ekspor, seperti kelapa, dikerjakan secara maksimal. Namun, pernyataan tersebut mendapat tanggapan kritis dari para ekonom yang menilai bahwa proyeksi itu terlalu optimistis dan belum realistis dari sudut pandang ekonomi makro.
Hilirisasi: Penting, Tapi Bukan Satu-Satunya Faktor
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengapresiasi langkah hilirisasi sebagai strategi penguatan ekonomi, namun menekankan bahwa nilai tukar mata uang tidak ditentukan hanya oleh satu sektor seperti komoditas kelapa. Dalam wawancara pada Rabu, 30 Juli 2025, Josua menekankan bahwa penguatan signifikan rupiah hingga mencapai angka Rp1.000 per dolar AS membutuhkan lebih dari sekadar hilirisasi sektor kelapa.
Menurutnya, nilai tukar dipengaruhi oleh berbagai indikator ekonomi yang kompleks, seperti neraca perdagangan secara keseluruhan, aliran investasi asing, inflasi, tingkat suku bunga, kebijakan moneter Bank Indonesia, serta dinamika global seperti kebijakan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik dunia.
“Pernyataan bahwa hilirisasi kelapa saja bisa menguatkan rupiah hingga Rp1.000 per dolar AS cenderung tidak realistis, terutama dalam jangka menengah hingga panjang,” ujarnya.
Potensi Hilirisasi Kelapa: Ada, Tapi Belum Cukup
Indonesia saat ini merupakan salah satu eksportir utama kelapa dunia, dengan kontribusi ekspor minyak kelapa mencapai 27% dari total produksi global. Produk turunan yang juga diekspor antara lain crude coconut oil (CCO), karbon aktif, briket arang, serat kelapa, hingga nanoselulosa.
Proyeksi dari pemerintah memperkirakan nilai ekspor kelapa bisa melonjak dari US$1,56 miliar pada tahun 2023 menjadi US$5,23 miliar pada 2045. Peningkatan tersebut tentu akan berdampak positif pada pendapatan negara, penambahan cadangan devisa, dan penciptaan lapangan kerja.
Namun, Josua menilai angka tersebut masih jauh dibandingkan dengan total nilai ekspor nasional yang mencapai lebih dari US$200 miliar per tahun. Dengan demikian, kontribusi kelapa meski strategis, masih belum cukup besar untuk secara signifikan mengubah nilai tukar rupiah ke tingkat ekstrem seperti Rp1.000 per dolar AS.
Tantangan Struktural: Teknologi dan Akses Pasar
Di balik potensi besar itu, sektor kelapa Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan struktural yang menghambat optimalisasi hilirisasi. Di antaranya adalah rendahnya produktivitas lahan petani, keterbatasan akses terhadap teknologi modern, minimnya pembiayaan industri hilir, dan kesulitan dalam penetrasi pasar ekspor bernilai tinggi.
Masalah ini harus diselesaikan terlebih dahulu agar hilirisasi tidak hanya menjadi jargon, tetapi dapat benar-benar mendorong peningkatan nilai tambah yang nyata bagi ekonomi nasional.
Ekonom: Butuh Strategi Makroekonomi Komprehensif
Josua Pardede menekankan bahwa hilirisasi tetap merupakan kebijakan strategis yang patut didorong. Namun, menurutnya, efek terhadap penguatan nilai tukar akan lebih signifikan jika hilirisasi dijadikan bagian dari strategi ekonomi nasional yang lebih luas. Strategi tersebut harus mencakup perbaikan daya saing industri secara menyeluruh, peningkatan produktivitas lintas sektor, serta penguatan kebijakan fiskal dan moneter.
“Pemerintah perlu melihat hilirisasi kelapa sebagai bagian dari kerangka besar pembangunan ekonomi. Perlu juga menjamin stabilitas makro, pengelolaan utang, dan investasi di sektor produktif lain seperti manufaktur, pariwisata, dan digital,” imbuh Josua.
Klaim Mentan Amran: “Dari Rp20 Triliun Jadi Rp2.000 Triliun”
Sebelumnya, Mentan Amran dalam sebuah Rapat Koordinasi Pembangunan Daerah di Yogyakarta mengatakan bahwa ekspor kelapa mentah saat ini bernilai sekitar Rp20 triliun. Menurutnya, bila diolah di dalam negeri, nilai tambahnya bisa meningkat hingga 100 kali lipat atau menjadi Rp2.000 triliun.
Tak hanya itu, Amran memproyeksikan bahwa jika seluruh komoditas ekspor Indonesia diolah di dalam negeri, potensi nilai tambahnya bisa mencapai Rp20.000–Rp50.000 triliun. Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui anggaran sebesar Rp371 triliun untuk mendukung hilirisasi, dengan Rp40 triliun sudah siap dicairkan tahun ini.
“Hari ini saya tanda tangan pencairan Rp8 triliun untuk mendukung hilirisasi pertanian. Totalnya Rp40 triliun yang siap dieksekusi,” kata Amran.
Hilirisasi Penting, Tapi Jangan Lupakan Realitas
Meskipun hilirisasi sektor kelapa dan komoditas lainnya memiliki peran strategis dalam mendongkrak ekonomi domestik, proyeksi nilai tukar rupiah hingga Rp1.000 per dolar AS dalam waktu dekat tetap dipandang tidak realistis oleh para ekonom. Untuk mencapainya, Indonesia membutuhkan pendekatan makroekonomi menyeluruh dan berkelanjutan yang mencakup stabilitas kebijakan, penguatan sektor manufaktur, inovasi teknologi, dan peningkatan investasi asing.







