IHSG Melemah 1,04% ke 8.152: Sektor Properti Jadi Penopang di Tengah Tekanan Global dan Keputusan BI

IHSG ditutup melemah 1,04% ke 8.152 usai keputusan BI menahan suku bunga acuan di 4,75%. Sektor properti jadi penopang di tengah tekanan global dan ketidakpastian fiskal AS. Simak analisis lengkapnya di sini.

PipTrail – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali tertekan pada perdagangan Rabu (22/10), turun 1,04% ke level 8.152 setelah bergerak fluktuatif di rentang 8.141–8.261. Tekanan jual muncul setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 4,75%, mengecewakan sebagian pelaku pasar yang berharap adanya pemangkasan 25 basis poin.

1. Sektor Properti Jadi Penopang di Tengah Koreksi IHSG

Meski IHSG melemah secara keseluruhan, beberapa sektor justru menunjukkan ketahanan.
Sektor properti (+3,00%), industri (+1,77%), dan barang non-siklikal (+1,53%) menjadi penopang utama di tengah tekanan pasar.

Sementara itu, sektor bahan baku (-2,72%), teknologi (-2,67%), dan BUMN-20 (-2,46%) memimpin pelemahan.
Investor tampaknya beralih dari saham berisiko tinggi ke sektor riil yang dinilai lebih stabil di tengah ketidakpastian global.

Kinerja positif sektor properti dipicu oleh prospek penurunan suku bunga jangka menengah, permintaan hunian yang meningkat di akhir tahun, serta percepatan proyek infrastruktur pemerintah.

2. Tekanan Global dan Pergeseran Arah Investasi

Tekanan jual terhadap saham teknologi domestik meningkat seiring dengan kewaspadaan global menjelang laporan keuangan “Magnificent Seven” di Wall Street.
Saham berkapitalisasi besar dengan eksposur digital dan perangkat keras mengalami tekanan setelah Tiongkok memberlakukan kebijakan ekspor baru untuk mineral tanah jarang, yang berpotensi meningkatkan biaya impor bahan baku.

Kebijakan tersebut memicu kekhawatiran perlambatan sektor teknologi global dan memperlemah minat investor terhadap aset berisiko, termasuk di pasar Indonesia.
Sebaliknya, minat terhadap saham sektor riil seperti properti, industri dasar, dan konsumsi meningkat karena dianggap lebih defensif di tengah volatilitas pasar global.

3. Performa Emiten: AYLS, NIRO, dan PPRE Memimpin Kenaikan

Beberapa emiten mencatatkan kenaikan signifikan dan menjadi penopang IHSG:

  • PT Agro Yasa Lestari Tbk (AYLS)
  • PT City Retail Developments Tbk (NIRO)
  • PT PP Presisi Tbk (PPRE)

Ketiganya melonjak lebih dari 34% dalam satu hari perdagangan.
Di sisi lain, PT Segar Kumala Indonesia Tbk (BUAH) anjlok 50,71% dan menjadi top loser hari ini, diikuti oleh PT Multitrend Indo Tbk (BABY) dan PT Dwi Guna Laksana Tbk (DWGL) yang masing-masing turun lebih dari 14%.

Pergerakan ekstrem ini mencerminkan rotasi sektor yang sedang berlangsung, di mana investor mulai memilih saham dengan fundamental kuat dan valuasi yang masih menarik.

4. Keputusan BI dan Dampaknya terhadap Kredit Domestik

Bank Indonesia (BI) memilih menahan suku bunga acuan di 4,75%, meski ekspektasi pasar memperkirakan adanya pemangkasan.
Langkah ini menunjukkan sikap hati-hati BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi di tengah ketidakpastian global.

Meski demikian, sektor perbankan tetap mencatat pertumbuhan positif.
Per September 2025, pertumbuhan kredit mencapai 7,7% YoY, naik dari 7,56% pada bulan sebelumnya.
Survei BI juga menunjukkan optimisme bahwa penyaluran kredit akan meningkat ke 96,40% pada triwulan IV, seiring prospek ekonomi yang membaik.

Dengan standar kredit yang mulai longgar, sektor perbankan diperkirakan menjadi pendorong utama stabilitas IHSG pada kuartal berikutnya.

5. Tekanan Eksternal: Ketidakpastian Fiskal AS dan Tarif Trump

Dari luar negeri, ketidakpastian fiskal AS kembali membebani pasar global.
Senat gagal meloloskan rancangan pendanaan pemerintah untuk ke-11 kalinya, memperpanjang shutdown hingga hari ke-22.

Survei Reuters mencatat bahwa 115 dari 117 ekonom memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada 29 Oktober ke kisaran 3,75%–4,00%.
Namun, ancaman tarif impor tambahan hingga 155% terhadap Tiongkok yang disampaikan oleh Presiden Donald Trump berpotensi memperburuk ketegangan perdagangan dan meningkatkan volatilitas pasar.

Analis Valas Francesco Pesole (ING) menilai ketegangan ini bisa memperkuat Dolar AS dalam jangka pendek, tetapi menekan sentimen risiko global. Ia menegaskan, “Tidak ada pertemuan berarti tarif lebih tinggi — dan itu cukup untuk membebani pasar serta melemahkan aset berisiko.”

Prospek IHSG: Konsolidasi Jangka Pendek dan Level Kritis

Dalam jangka pendek, IHSG diperkirakan masih berada dalam fase konsolidasi di tengah kombinasi tekanan eksternal dan kebijakan domestik.
Investor menunggu arah The Fed serta kepastian kebijakan suku bunga BI sebelum kembali agresif masuk ke pasar.

Selama IHSG bertahan di atas support 8.000–7.985, peluang penguatan ke 8.250–8.300 masih terbuka.
Namun, jika menembus di bawah 7.985, potensi koreksi lebih dalam menuju 7.850–7.700 bisa terjadi.
Sebaliknya, penembusan di atas 8.300 akan menjadi sinyal akhir konsolidasi dan membuka ruang menuju 8.400–8.500.

  • Related Posts

    Strategi SELL USDCHF: 3 Sinyal Bearish Kuat dari Pola Rising Wedge

    SELL USDCHF berpotensi memberikan peluang menarik hari ini! Pola bearish rising wedge di grafik H1 mengindikasikan kelanjutan tren turun. CHF menguat sebagai safe haven, sementara USD melemah menjelang keputusan The…

    Prakiraan Mingguan Emas: Strategi Cerdas Hadapi Tren Bullish dan Ketidakpastian Global 2025

    PipTrail – Pelajari Prakiraan Mingguan Emas terkini dan temukan strategi cerdas menghadapi tren bullish di tengah ketidakpastian global. Dapatkan analisis teknikal dan fundamental lengkap untuk membantu keputusan investasi Anda minggu…

    One thought on “IHSG Melemah 1,04% ke 8.152: Sektor Properti Jadi Penopang di Tengah Tekanan Global dan Keputusan BI

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *