Job Hugging Merebak: Sinyal Kuat Ekonomi Indonesia Sedang Tertekan

Fenomena job hugging merebak di Indonesia sebagai cerminan ketidakpastian ekonomi. Pekerja enggan berpindah kerja karena daya beli menurun, risiko PHK tinggi, dan peluang kerja baru makin terbatas.

PipTrail –  Fenomena “job hugging” tengah menjadi sorotan di dunia ketenagakerjaan Indonesia. Istilah ini merujuk pada kebiasaan pekerja yang memilih bertahan di pekerjaan lama, meskipun gaji stagnan dan peluang karier terbatas. Para pekerja enggan mengambil risiko untuk mencari pekerjaan baru di tengah ketidakpastian ekonomi, bahkan rela mengambil pekerjaan sampingan demi menambah penghasilan.

Fenomena ini semakin merebak seiring kondisi ekonomi Tanah Air yang sedang tidak baik-baik saja. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli masyarakat, serta meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat banyak orang merasa lebih aman untuk tetap berada di zona nyaman pekerjaannya.

Menurut pengamat ketenagakerjaan sekaligus Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi, job hugging adalah refleksi nyata dari masalah struktural pasar kerja Indonesia.

Mengapa Job Hugging Terjadi?

Ada beberapa faktor yang mendorong merebaknya fenomena ini di kalangan pekerja Indonesia:

  1. Ketidakpastian Ekonomi
    Ekonomi Indonesia saat ini menghadapi perlambatan. Daya beli masyarakat merosot, dan banyak sektor industri melakukan efisiensi, termasuk dengan memangkas jumlah karyawan. Dalam situasi seperti ini, pekerja lebih memilih bertahan meski penghasilannya stagnan daripada mengambil risiko kehilangan pekerjaan.

  2. Peluang Kerja Baru yang Terbatas
    Perusahaan-perusahaan cenderung menahan rekrutmen di tengah kondisi yang sulit. Akibatnya, jumlah lowongan kerja menurun drastis. Hal ini membuat pekerja berpikir dua kali untuk meninggalkan posisinya sekarang.

  3. Meningkatnya Pekerjaan Sampingan
    Banyak pekerja yang kini mencoba menambah pemasukan lewat pekerjaan sampingan atau freelance. Namun, mereka tetap mempertahankan pekerjaan utama sebagai “pegangan” demi keamanan finansial. Inilah yang menjadi ciri khas job hugging: bekerja ganda, tetapi tidak meninggalkan pekerjaan lama.

Pisau Bermata Dua: Positif dan Negatif

Fenomena ini bagaikan pisau bermata dua. Dari sisi positif, job hugging membantu pekerja tetap memiliki penghasilan tetap. Dengan begitu, mereka tidak menambah angka pengangguran di Indonesia yang sudah cukup tinggi. Keputusan untuk bertahan di pekerjaan lama setidaknya memberikan rasa aman di tengah badai ketidakpastian ekonomi.

Namun, di sisi negatif, fenomena ini menandakan bahwa pasar kerja Indonesia sedang lesu. Perusahaan tidak mampu menyerap tenaga kerja baru dalam jumlah besar. Akibatnya, banyak pencari kerja, terutama fresh graduate, sulit masuk ke dunia kerja karena posisi diisi oleh pekerja lama yang enggan berpindah.

Tadjuddin menegaskan, “Dari sisi negatifnya, orang mencari kerja tapi perusahaan tidak melakukan rekrutmen. Jadi, orang susah untuk mencari kerja, oleh karena itu banyak pengangguran. Positifnya, bagi para pekerja yang tidak mau meninggalkan pekerjaan tetap bertahan hidup, meskipun penghasilannya tidak berubah.”

Dampak Lebih Luas bagi Perekonomian

Fenomena job hugging tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memberi sinyal serius bagi kondisi makroekonomi Indonesia:

  • Stagnasi Pendapatan Rumah Tangga
    Pekerja yang bertahan di satu pekerjaan dengan gaji stagnan berpotensi mengalami penurunan kualitas hidup. Daya beli semakin melemah karena penghasilan tidak sejalan dengan inflasi.

  • Terhambatnya Mobilitas Tenaga Kerja
    Mobilitas tenaga kerja adalah salah satu indikator penting dalam ekonomi sehat. Namun, job hugging membuat pekerja cenderung tidak berpindah ke sektor lain, sehingga memperlambat dinamika produktivitas tenaga kerja.

  • Peningkatan Angka Setengah Menganggur
    Job hugging seringkali membuat pekerja mengambil pekerjaan tambahan. Walaupun terlihat produktif, hal ini bisa menimbulkan kondisi setengah menganggur karena pekerjaan sampingan yang tidak memberikan jaminan sosial maupun kepastian karier.

Jalan Keluar: Apa yang Bisa Dilakukan?

Fenomena job hugging tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena akan memperburuk iklim ketenagakerjaan. Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah dan perusahaan antara lain:

  1. Mendorong Kebijakan Pro-Ketenagakerjaan
    Pemerintah perlu memperkuat perlindungan tenaga kerja, menciptakan program pelatihan, serta mendorong penciptaan lapangan kerja baru.

  2. Menopang Daya Beli Masyarakat
    Subsidi, insentif pajak, dan kebijakan fiskal lain dapat membantu meningkatkan daya beli sehingga roda perekonomian kembali bergerak.

  3. Transformasi Industri
    Perusahaan perlu berinovasi agar bisa bertahan sekaligus membuka ruang rekrutmen baru. Digitalisasi dan diversifikasi sektor usaha bisa menjadi salah satu cara.

Fenomena job hugging di Indonesia adalah cermin dari ekonomi yang sedang tertekan dan pasar kerja yang stagnan. Pekerja enggan berpindah kerja karena takut kehilangan kepastian pendapatan, meskipun gaji tidak meningkat. Dari satu sisi, hal ini membantu menahan laju pengangguran. Namun dari sisi lain, fenomena ini memperlihatkan lemahnya kemampuan perusahaan dalam menyerap tenaga kerja baru.

Selama faktor fundamental ekonomi seperti daya beli masyarakat, iklim investasi, dan penyerapan tenaga kerja tidak membaik, fenomena job hugging kemungkinan akan terus berlanjut. Bagi pemerintah, kondisi ini harus menjadi alarm keras untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan memastikan keberlangsungan lapangan kerja di masa depan.

Related Posts

Candid Mixers Gandeng PT Sukanda Djaya: Revolusi Mixer Premium Halal Asli Indonesia Siap Kuasai Pasar Nasional

Candid Mixers, brand mixer premium halal pertama asli Indonesia, menjalin kerjasama distribusi dengan PT Sukanda Djaya untuk menjangkau pasar nasional. Inovasi, kualitas, dan strategi modern siap menjadikan Candid pemain utama…

Tabungan Masyarakat Tergerus: Kelas Menengah Paling Tertekan, Kelas Bawah Justru Meningkat

Data LPS mencatat tabungan masyarakat Indonesia turun pada September 2025. Kelas menengah paling tertekan akibat meningkatnya pengeluaran rumah tangga, sementara kelas bawah justru mengalami kenaikan indeks menabung. PipTrail –  Kondisi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *