
Piptrail – Hingga Mei 2025, tercatat sebanyak 1,7 juta permintaan tenaga kerja (job order) dari berbagai negara untuk pekerja migran Indonesia, namun peluang besar ini baru berhasil diisi sekitar 297 ribu posisi yang mana masih tersisa. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, dalam kunjungannya ke Kota Padang, Sumatera Barat.
“Kalau masyarakat Minangkabau ingin bekerja ke luar negeri, kita hanya perlu menyiapkan pelatihan vokasi dan kemampuan bahasa,” ujarnya, dikutip dari Antara, Selasa (3/6).
Menurut Karding, dari total job order tersebut, terdapat 14 sektor pekerjaan yang ditawarkan, dengan sekitar 95 persen didominasi oleh sektor kesehatan. Selain itu, sektor domestik, industri manufaktur, pertanian, dan hospitality juga membuka peluang besar.
Pihaknya mendorong masyarakat, khususnya di Ranah Minang, untuk memanfaatkan peluang kerja luar negeri ini. Pemerintah, melalui Kementerian P2MI, juga tengah merancang program pelatihan untuk membekali calon pekerja dengan keterampilan dan pengetahuan sebelum diberangkatkan ke negara tujuan.
Cegah PMI Ilegal, Perlu Ekosistem Pelatihan Daerah
Untuk menghindari praktik pekerja migran nonprosedural (ilegal), Karding menekankan pentingnya membangun ekosistem pelatihan di tingkat provinsi dan kabupaten yang mengarah ke kebutuhan kerja di luar negeri. Negara-negara seperti Arab Saudi, Korea Selatan, Malaysia, dan lainnya menjadi tujuan utama yang perlu disesuaikan dengan kurikulum pelatihan.
“Kalau ada permintaan dari luar negeri, pelatihan di daerah bisa langsung disesuaikan dengan kebutuhan negara tujuan,” imbuhnya.
Dua Arahan Presiden Prabowo: Fokus Perlindungan dan Kesejahteraan
Menteri Karding juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan dua arahan utama terkait penempatan pekerja migran. Pertama, meningkatkan kualitas pelindungan bagi PMI di luar negeri, dan kedua, mengoptimalkan penempatan pekerja terampil demi peningkatan kesejahteraan serta kontribusi terhadap devisa negara.
Ia pun mengingatkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan dan eksploitasi dialami oleh PMI yang berangkat secara ilegal. Karena itu, masyarakat diminta hanya menggunakan jalur resmi untuk bekerja di luar negeri.