
Surplus dagang Indonesia pada Juli 2025 mencapai US$4,17 miliar. Bank Indonesia menilai pencapaian ini memperkuat ketahanan ekonomi RI, ditopang ekspor nonmigas dan permintaan dari Tiongkok, AS, serta India.
PipTrail – Indonesia kembali mencatatkan capaian positif dalam kinerja perdagangan internasional. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Juli 2025, neraca perdagangan Indonesia berhasil membukukan surplus sebesar US$4,17 miliar. Angka ini naik tipis dibandingkan surplus bulan Juni 2025 yang berada di level US$4,10 miliar, namun tetap menandakan tren positif yang konsisten.
Bank Indonesia (BI) menyambut baik perkembangan ini. Menurut BI, capaian surplus perdagangan menjadi fondasi penting untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
BI: Ekspor Nonmigas Jadi Motor Utama
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny, menjelaskan bahwa peningkatan surplus terutama ditopang oleh neraca perdagangan nonmigas. Pada Juli 2025, surplus perdagangan nonmigas tercatat US$5,75 miliar, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Kenaikan ini sejalan dengan ekspor nonmigas yang naik menjadi US$23,81 miliar. Menariknya, kenaikan ekspor tidak hanya berasal dari produk berbasis sumber daya alam, tetapi juga dari sektor manufaktur yang semakin menunjukkan ketangguhannya.
Menurut Denny, ekspor unggulan pada bulan tersebut meliputi:
Bahan bakar mineral
Lemak dan minyak nabati/hewani
Produk manufaktur seperti mesin dan peralatan mekanis
Besi dan baja
“Kontributor terbesar ekspor nonmigas masih berasal dari Tiongkok, Amerika Serikat, dan India yang menjadi mitra dagang utama Indonesia,” jelas Denny dalam keterangan resmi, Selasa (2/9/2025).
Defisit Migas Masih Jadi Tantangan
Di sisi lain, sektor migas belum menunjukkan perbaikan berarti. Pada Juli 2025, defisit neraca perdagangan migas meningkat menjadi US$1,58 miliar. Kondisi ini terjadi akibat peningkatan impor migas di tengah penurunan ekspor minyak dan gas.
Fenomena ini mencerminkan adanya ketergantungan Indonesia pada impor energi, terutama untuk kebutuhan bahan bakar domestik. Meski demikian, surplus nonmigas yang jauh lebih besar berhasil menutup defisit migas sehingga neraca perdagangan tetap positif secara keseluruhan.
Kontribusi Surplus bagi Ekonomi Nasional
Surplus perdagangan bukan hanya catatan statistik semata, tetapi memiliki dampak nyata bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Menurut Bank Indonesia, capaian ini berkontribusi langsung terhadap:
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah
Dengan ketersediaan devisa dari ekspor, tekanan terhadap rupiah bisa berkurang meski ada guncangan global.Meningkatkan cadangan devisa
Surplus perdagangan memperkuat posisi cadangan devisa, yang penting untuk menjaga kepercayaan investor dan rating kredit negara.Mendukung pertumbuhan ekonomi
Sektor ekspor, terutama nonmigas, membuka peluang lapangan kerja dan memperluas basis industri manufaktur domestik.Memperkuat daya tahan eksternal
Di tengah perlambatan ekonomi global, surplus perdagangan membantu menjaga fundamental ekonomi tetap sehat.
Tantangan Ekspor Indonesia
Meski catatan Juli 2025 cukup menggembirakan, ada sejumlah tantangan yang masih perlu diantisipasi. Permintaan global cenderung melambat akibat ketidakpastian geopolitik dan pelemahan ekonomi di beberapa negara maju. Selain itu, harga komoditas juga berfluktuasi sehingga memengaruhi nilai ekspor berbasis sumber daya alam.
Untuk jangka panjang, penguatan sektor manufaktur dan diversifikasi produk ekspor menjadi kunci agar surplus perdagangan tidak hanya bergantung pada komoditas. Produk bernilai tambah tinggi, seperti elektronik, otomotif, dan teknologi, perlu terus ditingkatkan kontribusinya.
Strategi BI dan Pemerintah ke Depan
Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait. Tujuannya adalah menjaga ketahanan eksternal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Beberapa langkah strategis yang diantisipasi meliputi:
Diversifikasi pasar ekspor agar tidak terlalu bergantung pada tiga negara utama.
Peningkatan daya saing industri domestik, khususnya sektor manufaktur.
Penguatan infrastruktur logistik untuk mendukung kelancaran ekspor-impor.
Kebijakan energi untuk mengurangi defisit migas melalui transisi energi dan peningkatan produksi dalam negeri.
“Ke depan, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas lain guna meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” pungkas Denny.
Dengan capaian surplus perdagangan sebesar US$4,17 miliar pada Juli 2025, Indonesia membuktikan ketangguhan ekonominya di tengah tantangan global. Meskipun defisit migas masih menjadi pekerjaan rumah besar, lonjakan ekspor nonmigas mampu menjaga neraca perdagangan tetap positif.
Kinerja ekspor yang kuat ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India memperlihatkan potensi besar Indonesia dalam perdagangan internasional. Namun, untuk mempertahankan tren ini, diperlukan strategi jangka panjang yang mencakup diversifikasi produk ekspor, penguatan industri manufaktur, dan pengurangan ketergantungan pada migas.
Dengan sinergi kebijakan antara Bank Indonesia, pemerintah, dan pelaku usaha, surplus dagang ini diharapkan menjadi modal berharga untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional di masa depan.