
Survei Konsumen Bank Indonesia Agustus 2025 menunjukkan peningkatan porsi pendapatan masyarakat untuk membayar utang hingga 11,4%. Sementara konsumsi justru menurun. Simak detail lengkapnya.
PipTrail – Bank Indonesia (BI) kembali merilis hasil Survei Konsumen Agustus 2025 yang menunjukkan tren penting dalam perilaku keuangan rumah tangga Indonesia. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa proporsi pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk membayar cicilan utang meningkat menjadi 11,4%, naik dari 10,9% pada Juli 2025.
Peningkatan ini menandakan bahwa beban cicilan rumah tangga semakin berat, terutama di kalangan kelompok dengan pengeluaran menengah. Kondisi ini dapat berdampak pada daya beli masyarakat karena semakin sedikit ruang bagi pendapatan yang bisa dialokasikan untuk konsumsi maupun tabungan.
Kenaikan Utang pada Kelompok Pengeluaran Tertentu
BI mencatat, kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 1 juta – Rp 2 juta serta Rp 3,1 juta – Rp 4 juta per bulan mengalami peningkatan paling signifikan dalam proporsi pembayaran utang.
- Kelompok Rp 1 juta – Rp 2 juta: porsi pembayaran utang naik menjadi 9,8% pada Agustus 2025, dari sebelumnya 8% pada Juli. 
- Kelompok Rp 3,1 juta – Rp 4 juta: meningkat tajam ke 12,1% pada Agustus 2025, dari 10,9% di bulan sebelumnya. 
- Kelompok Rp 2,1 juta – Rp 3 juta: justru sedikit turun, dari 10,5% ke 10,2%. 
- Kelompok Rp 4,1 juta – Rp 5 juta: juga menurun tipis dari 11,7% ke 11,2%. 
- Kelompok di atas Rp 5 juta: mengalami kenaikan beban utang cukup jelas, dari 13,4% pada Juli menjadi 14,1% pada Agustus 2025. 
Data tersebut memperlihatkan bahwa meskipun sebagian kelompok mengalami penurunan rasio, tren umum tetap menunjukkan kenaikan proporsi pendapatan yang dipakai untuk membayar cicilan.
Konsumsi Masyarakat Menurun
Kenaikan alokasi untuk membayar utang berbanding terbalik dengan tren konsumsi. Proporsi pendapatan untuk konsumsi masyarakat turun menjadi 74,8% pada Agustus 2025, dibanding 75,4% pada Juli 2025.
Penurunan konsumsi paling terlihat pada kelompok dengan pengeluaran menengah:
- Rp 1 juta – Rp 2 juta: turun dari 78,4% ke 76,5%. 
- Rp 3,1 juta – Rp 4 juta: menurun dari 75,3% ke 73,9%. 
- Rp 2,1 juta – Rp 3 juta: relatif stabil, dari 75,9% ke 75,5%. 
- Rp 4,1 juta – Rp 5 juta: sedikit menurun dari 74,4% ke 75,1%. 
- Di atas Rp 5 juta: justru naik tipis dari 70,8% ke 71%. 
Kondisi ini menggambarkan adanya tekanan pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok menengah yang biasanya menjadi motor penggerak konsumsi domestik.
Apa Arti Data Ini untuk Ekonomi Nasional?
Peningkatan proporsi pembayaran utang (debt to income ratio) dapat menjadi sinyal peringatan bagi stabilitas keuangan rumah tangga. Ketika cicilan menyedot lebih banyak porsi pendapatan, masyarakat cenderung mengurangi belanja konsumsi. Hal ini dapat berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Namun, di sisi lain, peningkatan porsi pembayaran utang juga dapat menandakan adanya peningkatan akses masyarakat terhadap kredit. Jika dikelola dengan baik, hal ini bisa menjadi pendorong aktivitas produktif, seperti modal usaha atau kepemilikan rumah.
BI Pantau Tren Sejak 1999
Sebagai catatan, Survei Konsumen BI telah dilakukan sejak Oktober 1999 dan sejak 2007 melibatkan sekitar 4.600 rumah tangga di berbagai kota besar Indonesia melalui metode stratified random sampling. Survei ini menjadi salah satu indikator penting dalam membaca kondisi keuangan masyarakat, daya beli, hingga ekspektasi ekonomi ke depan.
Laporan Agustus 2025 memperlihatkan dinamika bahwa masyarakat kini harus lebih berhati-hati mengatur pengeluaran, di tengah naiknya cicilan dan turunnya proporsi konsumsi.
Tantangan Rumah Tangga Indonesia ke Depan
Dari hasil survei ini, ada beberapa tantangan utama yang bisa diidentifikasi:
- Beban Cicilan Meningkat – Dengan rata-rata debt to income ratio 11,4%, masyarakat berpotensi menghadapi risiko gagal bayar jika tidak mengelola keuangan dengan bijak. 
- Daya Beli Melemah – Penurunan konsumsi bisa menjadi sinyal pelemahan ekonomi jika berlangsung terus-menerus. 
- Tekanan Inflasi & Biaya Hidup – Meski survei tidak langsung menyebutkan inflasi, meningkatnya cicilan bisa dipicu oleh naiknya harga kebutuhan pokok atau suku bunga kredit. 
- Kesenjangan Pengeluaran – Kelompok menengah tampak paling tertekan, sementara kelompok berpenghasilan tinggi justru sedikit meningkatkan konsumsi. 
Survei Konsumen BI Agustus 2025 menunjukkan tren meningkatnya porsi pendapatan masyarakat untuk membayar utang menjadi 11,4%, sementara proporsi untuk konsumsi menurun ke 74,8%.
Kondisi ini menjadi gambaran bahwa rumah tangga Indonesia kini menghadapi tantangan keseimbangan keuangan antara cicilan, konsumsi, dan tabungan. Jika tidak dikelola dengan baik, kenaikan beban cicilan bisa menjadi hambatan bagi daya beli dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ke depan, masyarakat perlu lebih bijak dalam mengatur keuangan pribadi, sementara regulator seperti BI dan pemerintah harus memastikan kebijakan moneter, inflasi, dan kredit tetap dalam koridor yang mendukung kesejahteraan publik.







