Takaichi: 1 Risiko Besar Jika Jepang Salah Kebijakan, Bisa Kembali ke Deflasi

Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi memperingatkan ada satu risiko besar jika kebijakan ekonomi dan moneter Jepang tidak tepat, yakni kembalinya ekonomi ke deflasi. Ia menegaskan pentingnya peran Bank of Japan (BOJ) dalam menjaga inflasi yang berkelanjutan.

PipTrail – Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menegaskan bahwa Jepang belum sepenuhnya keluar dari periode deflasi meskipun tingkat inflasi konsumen menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa bulan terakhir. Dalam pernyataannya pada Rabu (12/11), Takaichi menekankan pentingnya kebijakan moneter yang hati-hati dari Bank of Japan (BOJ) agar negara tersebut dapat mencapai target inflasi berkelanjutan yang didorong oleh pertumbuhan upah, bukan semata karena kenaikan harga barang.

“Kita tidak dapat mengatakan bahwa Jepang telah keluar dari deflasi,” ujar Takaichi dalam konferensi pers di Tokyo. “Saya berharap BOJ melaksanakan kebijakan yang memastikan tercapainya target harga yang berkelanjutan.”

Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran pemerintah terhadap risiko bahwa inflasi saat ini belum cukup kuat atau stabil untuk menandai berakhirnya era deflasi panjang yang telah menghantui perekonomian Jepang selama lebih dari dua dekade. Meskipun indeks harga konsumen (CPI) Jepang telah berada di atas target 2% dalam dua tahun terakhir, sebagian besar kenaikan tersebut dinilai lebih banyak disebabkan oleh lonjakan harga energi dan pangan global, bukan karena peningkatan permintaan domestik yang solid.

Kutipan-Kutipan Utama Takaichi

Dalam pidatonya, Takaichi menyoroti sejumlah poin penting yang menggambarkan pandangan pemerintah terhadap kondisi ekonomi dan arah kebijakan moneter:

  • “Inflasi terbaru yang dipicu oleh harga makanan dapat merugikan ekonomi.”
  • “Akan bekerja sama dengan BOJ untuk memastikan Jepang melihat inflasi yang dipicu oleh upah.”
  • “Berharap agar BOJ melaksanakan kebijakan sehingga Jepang melihat pencapaian target harga yang berkelanjutan.”
  • “Dengan kebijakan yang salah, ada risiko Jepang dapat tergelincir kembali ke deflasi.”
  • “Dan itu kemudian akan merugikan konsumsi, pertumbuhan upah, dan belanja modal.”
  • “Tugas pemerintah adalah menciptakan lingkungan di mana perusahaan dapat terus melakukan kenaikan upah yang kuat.”

Komentar-komentar tersebut menegaskan sikap hati-hati pemerintah terhadap prospek inflasi. Menurut Takaichi, inflasi yang didorong oleh biaya pangan dan energi tidak memberikan fondasi yang sehat bagi perekonomian jangka panjang, sebab tekanan harga seperti itu justru berpotensi menekan daya beli rumah tangga dan menghambat konsumsi domestik.

Konteks Ekonomi Jepang dan Arah Kebijakan BOJ

Pernyataan Takaichi datang di tengah meningkatnya ketidakpastian mengenai arah kebijakan moneter Bank of Japan di bawah kepemimpinan Gubernur Kazuo Ueda. Sejak menjabat, Ueda telah mulai mengambil langkah-langkah kecil untuk mengakhiri era suku bunga ultra-rendah dan kebijakan yield curve control (YCC) yang telah dijalankan lebih dari satu dekade.

Namun, BOJ masih berhati-hati dalam melakukan normalisasi kebijakan karena khawatir langkah yang terlalu cepat dapat melemahkan pemulihan ekonomi yang masih rapuh. Sejumlah analis memperingatkan bahwa jika kebijakan moneter diperketat tanpa dukungan pertumbuhan upah yang kuat, maka konsumsi rumah tangga bisa kembali menurun, mendorong ekonomi Jepang kembali ke tekanan deflasi.

Saat ini, inflasi headline Jepang masih bertahan sedikit di atas target 2%. Akan tetapi, beberapa ekonom memperkirakan tekanan harga dapat melemah dalam beberapa bulan ke depan seiring turunnya harga energi dan stabilnya nilai tukar yen. Selain itu, upah riil belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, membuat daya beli masyarakat tetap terbatas.

Implikasi bagi Pasar dan Kebijakan Pemerintah

Komentar Takaichi dipandang sebagai sinyal bahwa pemerintah Jepang masih ingin menjaga koordinasi erat dengan BOJ dalam menavigasi transisi menuju kondisi ekonomi yang lebih stabil. Banyak pelaku pasar menilai pernyataan tersebut sebagai dukungan terhadap pendekatan bertahap BOJ, yakni menunggu bukti kuat tentang keberlanjutan inflasi sebelum menaikkan suku bunga lebih jauh.

Investor kini memperkirakan bahwa BOJ kemungkinan akan mempertahankan suku bunga negatif hingga pertengahan 2026, sebelum beralih ke kebijakan moneter yang lebih netral. Pasar obligasi juga merespons dengan relatif tenang. Imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (JGB) tenor 10 tahun tercatat sedikit turun karena ekspektasi bahwa pelonggaran kebijakan masih akan berlanjut dalam waktu dekat.

Sementara itu, di pasar valuta asing, yen Jepang (JPY) bergerak stabil terhadap dolar AS (USD) di kisaran 152,80, menunjukkan reaksi yang tenang terhadap pernyataan Takaichi. Para analis menilai hal ini mencerminkan pandangan bahwa pernyataan tersebut lebih bersifat konfirmasi atas kebijakan yang sudah berjalan, bukan sinyal perubahan arah yang drastis.

Risiko dan Tantangan ke Depan

Meski pemerintah berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung kenaikan upah, tantangan struktural seperti penuaan populasi, produktivitas yang stagnan, dan investasi korporasi yang lemah masih menjadi hambatan utama bagi inflasi yang berkelanjutan.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa Jepang membutuhkan kombinasi kebijakan fiskal dan reformasi pasar tenaga kerja yang lebih berani agar inflasi dapat bertumpu pada permintaan domestik yang sehat. Tanpa itu, risiko Jepang kembali terjebak dalam spiral harga rendah dan pertumbuhan lambat akan tetap membayangi.

Pernyataan Perdana Menteri Takaichi memperkuat sinyal bahwa pemerintah Jepang masih berhati-hati dalam menilai kondisi ekonomi pasca-pandemi. Meskipun inflasi secara nominal sudah melebihi target, Jepang belum sepenuhnya terbebas dari bayang-bayang deflasi yang membatasi pertumbuhan upah dan konsumsi selama dua dekade terakhir.

Dengan kebijakan moneter yang tetap akomodatif dan fokus pada peningkatan pendapatan riil, Jepang berharap dapat membangun dasar ekonomi yang lebih kuat, di mana inflasi tidak lagi menjadi ancaman, tetapi indikator pemulihan yang sehat dan berkelanjutan.

Related Posts

Panduan Lengkap Memilih Investasi Resmi yang Aman di Indonesia 2025

Investasi telah menjadi kebutuhan, bukan lagi sekadar pilihan. Di tengah inflasi yang terus bergerak dan nilai uang yang terkikis setiap tahun, menempatkan dana di tempat yang tepat adalah langkah krusial…

Fakta Lengkap Beasiswa Pemerintah Rumania 2025, Kuliah Gratis S1–S3 Plus Tunjangan Bulanan

Beasiswa Pemerintah Rumania 2025 (Romanian Government Scholarship) adalah program resmi dari Kementerian Luar Negeri Rumania bagi mahasiswa internasional non-Uni Eropa. Penerima akan mendapatkan kuliah gratis jenjang S1–S3, tunjangan hidup bulanan,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *