
ASEAN berhasil mencatat transaksi lintas batas dengan mata uang lokal senilai USD14,1 miliar hingga Juli 2025. Inisiatif ini memperkuat integrasi keuangan kawasan, mengurangi ketergantungan pada dolar AS, sekaligus mendorong stabilitas ekonomi regional.
PipTrail – Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, semakin serius mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi lintas batas. Melalui skema Local Currency Transaction (LCT), kawasan ini telah mencatat transaksi setara USD14,1 miliar hingga Juli 2025. Angka tersebut mencerminkan lonjakan signifikan dari tahun sebelumnya dan menandai langkah besar menuju integrasi keuangan regional yang lebih mandiri.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta, menjelaskan bahwa kinerja LCT tumbuh 112 persen secara tahunan (year-on-year). Jika pada periode yang sama tahun lalu nilai transaksi baru mencapai USD6,7 miliar, kini jumlahnya lebih dari dua kali lipat. Capaian ini bahkan sudah menyamai 87 persen dari total transaksi sepanjang 2024 yang mencatat USD16,28 miliar.
Selain nilai transaksi, jumlah pengguna LCT juga meningkat pesat. Rata-rata nasabah yang memanfaatkan layanan ini naik dari 5.020 per bulan pada 2024 menjadi 7.568 per bulan pada 2025. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin banyak pelaku usaha dan individu di kawasan ASEAN yang mulai memanfaatkan transaksi lintas batas dengan mata uang lokal.
Efisiensi Perdagangan dan Investasi Regional
Menurut Filianingsih, inisiatif LCT bukan sekadar strategi mengurangi dominasi dolar AS, melainkan juga upaya meningkatkan efisiensi perdagangan dan investasi. Dengan transaksi dalam mata uang lokal, pelaku usaha dapat menekan biaya konversi mata uang dan mengurangi risiko akibat volatilitas nilai tukar global.
Lebih jauh, kebijakan ini dinilai memperkuat pendalaman pasar keuangan regional. Dengan semakin banyaknya transaksi yang dilakukan menggunakan mata uang masing-masing negara, ASEAN berpeluang memperkuat ketahanan makroekonomi sekaligus menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Dukungan Bank Sentral ASEAN
Dalam forum Joint ASEAN LCT Campaign, sejumlah pejabat bank sentral menegaskan pentingnya kolaborasi regional dalam memperluas implementasi LCT.
Bank of Thailand melalui Direktur Departemen Internasional, Nithiwadee Soontornpoch, menyoroti besarnya potensi perdagangan Thailand dengan negara ASEAN lain. Ia menilai penggunaan mata uang lokal akan terus meningkat seiring volume perdagangan intra-ASEAN yang kian dominan.
Bank Negara Malaysia yang diwakili oleh Asisten Gubernur, Mohamad Ali Iqbal Abdul Khalid, menegaskan bahwa kolaborasi erat antar bank sentral menjadi katalis utama tren positif ini. Menurutnya, penggunaan mata uang lokal bukan hanya soal efisiensi teknis, tetapi juga soal membangun pondasi ekonomi kawasan yang lebih kuat dan tahan krisis.
Dari Inisiatif Bilateral ke Standar Regional
Bank Indonesia sendiri telah memulai perjalanan penggunaan mata uang lokal sejak 2016, melalui MoU Local Currency Settlement (LCS) dengan Malaysia dan Thailand. Implementasi resminya berjalan pada 2018, dan sejak itu program ini berkembang melibatkan enam negara mitra ASEAN.
Untuk memastikan keberlanjutan program, Bank Indonesia bersama Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand telah menyepakati harmonisasi LCT Operational Guidelines. Pedoman regional ini bertujuan membuat implementasi lebih terstandar, transparan, dan efisien, sehingga memudahkan negosiasi lintas negara di ASEAN.
Harmonisasi aturan tersebut juga diyakini akan menarik lebih banyak pelaku usaha untuk beralih dari dolar AS ke mata uang lokal dalam aktivitas ekspor-impor dan investasi.
Mengurangi Risiko Gejolak Global
Filianingsih menegaskan bahwa pemanfaatan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara akan memperkuat ketahanan makroekonomi nasional. Dengan semakin berkurangnya ketergantungan pada dolar AS, negara-negara ASEAN dapat lebih terlindungi dari dampak gejolak ekonomi global, khususnya fluktuasi nilai tukar.
Kebijakan ini juga sejalan dengan strategi jangka panjang ASEAN untuk membangun kawasan dengan sistem keuangan yang terintegrasi, lebih inklusif, dan mandiri. Dengan demikian, ASEAN tidak hanya menjadi pasar besar dengan lebih dari 600 juta penduduk, tetapi juga mampu berdiri kokoh menghadapi guncangan ekonomi eksternal.
Dengan transaksi LCT yang sudah menembus USD14,1 miliar hingga pertengahan 2025, ASEAN menunjukkan komitmen serius menuju kemandirian ekonomi. Lonjakan lebih dari 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya membuktikan bahwa inisiatif ini mendapat sambutan positif dari pelaku pasar.
Kolaborasi erat antar bank sentral, dukungan regulasi, hingga harmonisasi pedoman operasional menjadi faktor kunci keberhasilan. Bagi Indonesia, program ini tidak hanya memperkuat stabilitas ekonomi domestik, tetapi juga menempatkan negara dalam posisi strategis sebagai motor integrasi keuangan ASEAN.
Dengan tren positif ini, bukan mustahil ke depan mata uang lokal negara-negara ASEAN dapat bersaing lebih kuat di kancah global, sekaligus mengurangi dominasi dolar AS yang selama ini mendikte perdagangan internasional.