
Piptrail – Transformasi Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi bagian dari School of Engineering atau Sekolah Teknik memicu beragam respons dari publik, termasuk para alumni. Perubahan ini dinilai sebagai langkah strategis oleh pihak kampus, namun dianggap berisiko oleh sebagian kalangan yang menilai IPB bisa kehilangan identitasnya sebagai institusi pendidikan pertanian terkemuka.
Berikut 5 alasan utama mengapa transformasi ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan akademisi dan alumni IPB:
1. Peran Strategis Fateta dalam Hilirisasi Pertanian
Mantan Rektor IPB, Prof. Dr. Ir. Aman Wirakartakusumah, menegaskan bahwa Fateta memiliki kontribusi besar terhadap proses hilirisasi produk pertanian di Indonesia. Selama lebih dari 60 tahun, Fateta menjadi pusat pengembangan teknologi pascapanen, pengawetan, pengemasan, hingga distribusi produk pertanian.
“Nilai tambah dan hilirisasi itu selama ini dilakukan di Fateta. Ini adalah bagian penting dari ketahanan pangan nasional,” ujarnya.
2. Kekhawatiran Hilangnya Identitas IPB sebagai Kampus Pertanian
Sebagai kampus yang sejak awal berfokus pada pertanian, IPB memiliki identitas kuat di bidang agrikultur. Banyak pihak menilai bahwa integrasi Fateta ke dalam Sekolah Teknik berpotensi mengaburkan identitas tersebut.
“IPB bisa kehilangan jati dirinya jika arah pengembangannya terlalu teknokratik dan menjauh dari akar pertaniannya,” kata Aman.
3. Penjelasan Resmi: Bukan Pemisahan, Tapi Penguatan Akademik
Dekan Sekolah Teknik IPB, Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, menyampaikan bahwa perubahan ini bukanlah bentuk pemisahan, melainkan penguatan struktur akademik yang lebih efisien dan terintegrasi. Menurutnya, banyak program studi di Fateta yang telah berbasis teknik, sehingga secara akademis masuk akal jika berada di bawah School of Engineering.
“Fateta tetap ada, tetap fokus pada pertanian. Ini justru memperluas kapasitas kolaborasi dan riset,” jelas Slamet dalam pernyataan resmi IPB.
4. Relevansi dengan Program Nasional: Asta Cita Prabowo Subianto
Transformasi ini juga dikaitkan dengan arah kebijakan nasional. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sangat menekankan pentingnya swasembada pangan dan hilirisasi industri pertanian. Aman berpendapat bahwa Fateta sangat relevan dengan program ini, sehingga seharusnya diperkuat, bukan dilebur.
“Fateta adalah manifestasi dari Asta Cita. Semua elemen hilirisasi itu sudah ada di Fateta,” tegas Aman.
5. Tantangan Zaman: Integrasi Pertanian dan Teknologi
Pihak kampus memandang bahwa perubahan ini adalah respons terhadap tantangan global, seperti revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Penggabungan ke dalam School of Engineering memungkinkan IPB menciptakan inovasi yang lebih terintegrasi antara pertanian dan teknologi.
“Dengan pendekatan teknik, sektor pertanian bisa melesat lebih cepat. Identitas pertanian tetap dijaga, tapi dikembangkan lewat inovasi,” ujar Slamet.
Transformasi Fateta IPB menjadi bagian dari School of Engineering memang tak bisa dilepaskan dari dinamika kebutuhan zaman. Namun, penting bagi IPB untuk tetap menjaga keseimbangan antara inovasi dan akar identitasnya sebagai kampus pertanian. Perdebatan ini menunjukkan bahwa perubahan besar dalam institusi pendidikan perlu dikomunikasikan dengan baik dan disertai komitmen menjaga nilai-nilai historis.
Namun di sisi lain, pihak IPB melalui Dekan Sekolah Teknik, Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, menyatakan bahwa transformasi ini bukanlah bentuk penghapusan Fateta, melainkan pengembangan struktur akademik agar lebih adaptif terhadap tantangan global.
“Fateta tetap ada. Ini bukan pemisahan, tapi perluasan jangkauan akademik agar lebih sinergis dan efisien. Banyak program studi di Fateta yang memang berbasis teknik, jadi masuknya ke dalam School of Engineering adalah langkah logis,” ujarnya dalam rilis resmi IPB melalui laman Korpus, Rabu (7/5/2025).
Menurut Slamet, pembentukan Sekolah Teknik justru akan memperkuat kolaborasi lintas disiplin ilmu serta membuka peluang riset terapan di bidang teknologi pertanian yang lebih luas. Ia menegaskan, identitas IPB sebagai perguruan tinggi berbasis pertanian tidak akan hilang.
“Kita tetap fokus pada pertanian, bahkan lewat pendekatan teknik, sektor ini bisa kita dorong ke level industrialisasi dan ekspor,” imbuhnya.
Transformasi Fateta IPB menjadi bagian dari School of Engineering juga dinilai sebagai upaya menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan industri 4.0 dan society 5.0. Di era digital saat ini, integrasi antara pertanian dan teknologi menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya saing nasional di sektor agrikultur.
Meski demikian, alumni dan pemerhati pendidikan pertanian berharap agar identitas pertanian yang melekat pada IPB tetap dijaga. Bagi mereka, Fateta bukan hanya sebuah fakultas, tetapi simbol dari perjuangan akademik dalam mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia.