
Rupiah ditutup melemah ke Rp16.687 per dolar AS pada 23 September 2025, dipengaruhi revisi IMF, pergantian Menteri Keuangan, dan sentimen global. Pasar masih menunggu arah kebijakan baru.
PipTrail – Nilai tukar rupiah kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa, 23 September 2025. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terkoreksi 77 poin atau 0,46% dan berakhir di level Rp16.687,5 per dolar AS. Tekanan terhadap mata uang Garuda kali ini dipicu kombinasi faktor domestik dan global, termasuk revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Dana Moneter Internasional (IMF) serta dinamika kebijakan Menteri Keuangan baru.
Rupiah Tak Sendiri, Mata Uang Asia Bervariasi
Meski melemah, rupiah bukan satu-satunya mata uang di Asia yang menghadapi tekanan. Indeks dolar AS pada pukul 15.10 WIB tercatat menguat tipis 0,03% ke level 97,37, sehingga memberi tekanan ke sebagian besar mata uang regional.
Yen Jepang melemah tipis 0,02%
Dolar Hong Kong terkoreksi 0,04%
Dolar Singapura turun 0,13%
Dolar Taiwan melemah 0,17%
Won Korea Selatan terkoreksi 0,29%
Peso Filipina jatuh 0,41%
Rupee India tertekan 0,51%
Yuan China stagnan
Ringgit Malaysia justru sedikit menguat 0,01%
Baht Thailand turun 0,21%
Pergerakan bervariasi ini menunjukkan bahwa kondisi global saat ini belum sepenuhnya stabil, dan rupiah masih rentan terhadap sentimen eksternal.
Revisi IMF: Positif Tapi Belum Mengangkat Rupiah
Menurut pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, pelemahan kali ini terjadi di tengah kabar revisi IMF terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. IMF sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI di angka 4,7%, namun kemudian direvisi naik menjadi 4,8%.
“Secara teori, revisi ke atas seharusnya bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Namun kenyataannya, kondisi pasar tidak mampu mendukung penguatan mata uang domestik,” jelas Ibrahim.
Hal ini menandakan bahwa faktor fundamental positif belum cukup kuat untuk menahan tekanan rupiah, terutama di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal pasca-pergantian Menteri Keuangan.
Pergantian Menteri Keuangan Jadi Sorotan
Pasar masih mencermati transisi kepemimpinan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan. Selama menjabat, Sri Mulyani dikenal mampu menjaga kredibilitas fiskal dan memberikan kepastian bagi pelaku pasar. Kini, sentimen tersebut belum sepenuhnya berpindah ke kepemimpinan baru.
“Pergantian Menteri Keuangan membuat satu penyesuaian dari pelaku pasar yang dulu antusias dengan kebijakan Sri Mulyani, tetapi saat ini sedang mengalami penurunan. Pasar masih menunggu arah kebijakan Purbaya, sehingga rupiah cenderung tertekan,” kata Ibrahim.
Ketidakpastian ini memperlihatkan bahwa pasar sangat sensitif terhadap perubahan figur dan arah kebijakan fiskal, terutama dalam situasi global yang masih penuh gejolak.
Sentimen Global: Fed Diperkirakan Turunkan Suku Bunga
Dari eksternal, perhatian utama masih tertuju pada kebijakan Federal Reserve (The Fed). Bank sentral AS tersebut diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan bulan Oktober mendatang.
Meski langkah pemangkasan suku bunga biasanya bisa menjadi sentimen positif bagi aset berisiko di negara berkembang, rupiah sejauh ini belum merasakan dampak positifnya. Hal ini menunjukkan bahwa investor global masih berhati-hati dan menunggu kejelasan arah kebijakan moneter AS berikutnya.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Untuk perdagangan esok hari, Rabu (24/9/2025), Ibrahim memperkirakan rupiah masih berpotensi melanjutkan pelemahan. Ia memprediksi kurs rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.720 hingga Rp16.870 per dolar AS.
Kisaran ini mencerminkan bahwa tekanan eksternal dan ketidakpastian internal masih menjadi faktor dominan. Selama belum ada kepastian terkait arah kebijakan fiskal pemerintah baru serta kejelasan sikap The Fed, rupiah diperkirakan sulit keluar dari tren pelemahannya.
Rupiah kembali ditutup melemah ke Rp16.687 per dolar AS pada 23 September 2025. Meski IMF memberikan kabar positif dengan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetap tertekan akibat pergantian Menteri Keuangan dan ekspektasi kebijakan global.
Dengan mata uang Asia yang bergerak bervariasi dan indeks dolar AS yang masih cenderung menguat, rupiah diperkirakan tetap menghadapi tekanan jangka pendek. Pasar kini menunggu kepastian dari kebijakan fiskal Menteri Keuangan baru serta langkah-langkah Federal Reserve untuk menentukan arah pergerakan berikutnya.
Bagi pelaku pasar, kondisi ini menjadi sinyal penting untuk tetap waspada terhadap volatilitas pasar valuta asing dan menyiapkan strategi lindung nilai (hedging) agar tidak terdampak fluktuasi tajam nilai tukar.