
Nilai tukar rupiah kembali melemah hingga dolar AS dijual mendekati Rp 16.800 di money changer dan hampir Rp 16.900 di bank. Kondisi ini mencerminkan tekanan berat bagi mata uang domestik.
PipTrail – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan hari Kamis, 24 September 2025, harga jual dolar AS di sejumlah money changer di Jakarta sudah menembus kisaran Rp 16.800 per dolar. Kondisi ini menambah tekanan psikologis bagi masyarakat, terutama para pelaku usaha dan investor yang sangat bergantung pada stabilitas kurs.
Salah satu money changer di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yakni Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, menetapkan harga beli dolar AS Rp 16.725 dan harga jual Rp 16.750. Dengan demikian, selisih (spread) antara harga beli dan jual berada pada kisaran Rp 25.
Suasana Money Changer “Tidak Ramai, Tidak Sepi”
Meski kurs dolar AS melonjak, situasi di lokasi penukaran uang terpantau cukup tenang. Dari sekitar 15 counter layanan yang tersedia di VIP Money Changer, hanya 10 yang beroperasi. Pengunjung yang datang tidak sampai menimbulkan antrean panjang. Sebagian besar pelanggan terlihat duduk menunggu giliran dengan nyaman.
Seorang karyawan money changer tersebut menyebutkan bahwa arus pengunjung masih dalam kondisi normal. “Biasa saja, tidak ramai dan tidak sepi meskipun dolar lagi menguat,” katanya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meski kurs dolar naik cukup tinggi, tidak semua masyarakat langsung bereaksi untuk menukar uang. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi ekonomi yang masih tertahan atau sebagian besar masyarakat sudah beradaptasi dengan fluktuasi nilai tukar.
Money Changer di Mal Besar Ikut Naikkan Kurs
Selain di Menteng, money changer lain juga mengikuti tren kenaikan harga jual dolar AS. Di Dua Sisi Money Changer, Grand Indonesia, dolar AS dibeli Rp 16.630 dan dijual Rp 16.780, mendekati Rp 16.800 per dolar.
Kondisi serupa terlihat dari kurs mata uang asing lain. Misalnya, dolar Singapura di tempat penukaran uang tersebut dihargai Rp 13.680 untuk pembelian dan Rp 13.880 untuk penjualan. Artinya, bukan hanya dolar AS yang menguat, tetapi mata uang asing lain juga ikut terdorong naik terhadap rupiah.
Meski begitu, suasana di money changer Grand Indonesia juga tidak terlalu padat. Minimnya antrean menandakan bahwa lonjakan kurs dolar belum memicu kepanikan masyarakat.
Kurs Dolar di Bank: Lebih Tinggi daripada Money Changer
Tak hanya di money changer, pelemahan rupiah juga tercermin pada kurs jual dolar di sejumlah bank nasional. Berdasarkan pantauan di situs resmi bank, rata-rata harga jual dolar AS sudah berada di kisaran Rp 16.700 hingga hampir Rp 16.900.
Beberapa contoh kurs yang dipasang bank pada hari yang sama antara lain:
Bank OCBC NISP menetapkan harga jual dolar AS tertinggi, yakni Rp 16.855.
Bank Sinarmas menjual dolar AS Rp 16.795.
Bank-bank lain juga berada di kisaran Rp 16.700 – Rp 16.800.
Kurs yang dipatok bank relatif lebih tinggi daripada money changer karena biasanya sudah mencakup komponen biaya administrasi tambahan dan margin keuntungan.
Faktor yang Menekan Rupiah
Kondisi rupiah yang terus melemah hingga menembus level Rp 16.800 dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain:
Penguatan Dolar Global
Dolar AS belakangan ini menguat terhadap hampir semua mata uang dunia akibat sikap hawkish Federal Reserve yang menunda pemangkasan suku bunga. Investor global kembali mengalihkan aset ke dolar sebagai instrumen aman (safe haven).Ketidakpastian Ekonomi Domestik
Pelambatan ekonomi di dalam negeri serta ketergantungan impor bahan baku juga memperbesar permintaan dolar. Situasi ini memperburuk tekanan pada rupiah.Faktor Psikologis Pasar
Saat kurs dolar mendekati level psikologis tertentu, biasanya masyarakat ikut terpengaruh. Walau tidak semua bertransaksi, ekspektasi pasar terhadap pelemahan rupiah makin kuat.
Dampak bagi Masyarakat dan Dunia Usaha
Kurs dolar yang tinggi membawa dampak luas, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Importir dan Industri: Kenaikan harga dolar membuat biaya impor bahan baku lebih mahal, sehingga berpotensi menaikkan harga barang jadi.
Konsumsi Masyarakat: Barang-barang konsumsi impor seperti elektronik, gadget, hingga kebutuhan rumah tangga berisiko naik harga.
Investor dan Pasar Saham: Investor asing cenderung menarik dana mereka untuk kembali ke dolar, sehingga dapat menekan IHSG.
Pariwisata dan Ekspor: Di sisi lain, pelemahan rupiah bisa memberi keuntungan bagi sektor pariwisata dan ekspor karena harga produk Indonesia menjadi lebih murah di mata pembeli asing.
Rupiah Butuh Dukungan Kebijakan
Pelemahan rupiah yang sudah menembus Rp 16.800 di money changer dan hampir Rp 16.900 di bank menunjukkan tekanan serius yang harus segera direspons. Meski kondisi di lapangan belum menimbulkan kepanikan, tren kurs ini bisa berdampak besar jika terus berlanjut.
Bank Indonesia bersama pemerintah perlu mengambil langkah strategis, baik melalui intervensi pasar valas, kebijakan suku bunga, maupun penguatan cadangan devisa, untuk menjaga stabilitas rupiah. Tanpa langkah cepat, pelemahan berkepanjangan dikhawatirkan akan mengganggu daya beli masyarakat serta menekan pertumbuhan ekonomi nasional.