Rupiah Terkoreksi ke Rp16.239 per Dolar AS, Tekanan Global Kian Nyata

Nilai tukar rupiah ditutup melemah terkoreksi ke Rp16.239 per dolar AS pada Senin, 7 Juli 2025. Tekanan datang dari penguatan dolar, rencana tarif baru AS, serta kekhawatiran investor global.

PipTrail – Mata uang rupiah kembali mencatat pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari Senin, 7 Juli 2025. Kondisi ini mencerminkan tekanan eksternal yang semakin kuat, terutama dari sisi kebijakan perdagangan AS dan penguatan dolar global. Dalam situasi yang sarat ketidakpastian ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia pun ikut tertekan.

Berdasarkan data yang dirilis Bloomberg, rupiah ditutup melemah 54,5 poin atau 0,34% ke level Rp16.239 per dolar AS. Kinerja ini mencerminkan koreksi lanjutan setelah penguatan tipis yang sempat terjadi pada akhir pekan sebelumnya.

Mayoritas Mata Uang Asia Ikut Melemah

Pelemahan rupiah tidak terjadi secara tunggal. Sejumlah mata uang utama Asia lainnya juga mencatat kinerja negatif terhadap greenback pada hari yang sama. Berikut rincian penurunan mata uang regional terhadap dolar AS:

  • Yen Jepang turun 0,55%

  • Dolar Hong Kong melemah 0,01%

  • Dolar Singapura terkoreksi 0,30%

  • Dolar Taiwan melemah 0,43%

  • Won Korea melemah 0,60%

  • Peso Filipina turun 0,47%

  • Rupee India terkoreksi 0,66%

  • Yuan China melemah 0,11%

  • Ringgit Malaysia turun 0,37%

  • Baht Thailand turun signifikan 0,85%

Kondisi ini menunjukkan bahwa pelemahan mata uang regional dipicu oleh faktor eksternal yang bersifat menyeluruh, terutama dari sisi Amerika Serikat.

Dolar AS Menguat Ditopang Sentimen Tarif Trump dan Data Ekonomi

Penguatan dolar AS ditunjukkan oleh indeks dolar (DXY) yang naik sebesar 0,08% ke 97,25, memperlihatkan peningkatan minat investor terhadap mata uang safe haven tersebut. Salah satu pendorong utama dari pergerakan ini adalah pernyataan terbaru dari Presiden AS Donald Trump mengenai kebijakan tarif yang akan datang.

Trump menyatakan bahwa Amerika akan mulai mengirim surat resmi ke sejumlah negara pada Jumat (4 Juli 2025), menjelang tenggat waktu 9 Juli. Dalam pernyataannya, Trump mengumumkan bahwa beberapa negara akan dikenai tarif baru dalam kisaran 10% hingga 70%, yang akan diberlakukan per 1 Agustus 2025.

Lebih lanjut, Trump menegaskan bahwa negara-negara yang berpihak pada aliansi BRICS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10% atas apa yang disebutnya sebagai “praktik anti-Amerika.” Langkah ini memicu kekhawatiran pelaku pasar global terhadap kemungkinan melebarnya konflik dagang internasional.

Faktor Lain: Ekspektasi The Fed dan Data Tenaga Kerja AS

Dari sisi moneter, dolar AS juga mendapatkan dorongan dari penurunan ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Data ketenagakerjaan terbaru dari AS memperlihatkan ketangguhan pasar tenaga kerja, dengan laporan non-farm payrolls yang solid.

Kuatnya data ekonomi tersebut memudarkan harapan pelonggaran moneter jangka pendek oleh The Fed, sekaligus meningkatkan imbal hasil obligasi dan daya tarik dolar sebagai aset investasi.

Dari Dalam Negeri: Cadangan Devisa Naik Tipis, Tapi Tak Cukup Dorong Rupiah

Meski tekanan eksternal tinggi, dari sisi domestik, Bank Indonesia mencatat kabar positif. Cadangan devisa Indonesia per akhir Juni 2025 naik menjadi US$152,6 miliar, sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi akhir Mei yang sebesar US$152,5 miliar.

Menurut Bank Indonesia, peningkatan tersebut berasal dari penerimaan pajak dan jasa serta penerbitan global bond oleh pemerintah. Namun, dalam konteks volatilitas tinggi seperti sekarang, kenaikan tipis ini belum cukup untuk menahan tekanan jual terhadap rupiah.

Cadangan devisa saat ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan masih jauh di atas standar kecukupan internasional, yaitu sekitar 3 bulan impor. Ini menunjukkan fundamental eksternal Indonesia masih solid meskipun pasar mata uang sedang tertekan.

Proyeksi dan Outlook: Rupiah Masih Rentan

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan bahwa dalam perdagangan Selasa, 8 Juli 2025, rupiah masih berisiko melanjutkan tren pelemahan. Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.230 hingga Rp16.280 per dolar AS, dengan tekanan masih berasal dari kebijakan tarif AS dan penguatan dolar global.

“Kekhawatiran pasar terhadap rencana Trump, ditambah ekspektasi suku bunga The Fed yang tetap tinggi, menjadi kombinasi tekanan yang signifikan untuk mata uang emerging market, termasuk rupiah,” ujar Ibrahim.

Ketidakpastian Global Bayangi Rupiah

Pelemahan rupiah pada Senin ini menjadi cerminan dari ketidakpastian pasar global yang meningkat. Meski cadangan devisa Indonesia masih dalam posisi kuat dan fundamental makroekonomi domestik tetap terjaga, tekanan dari luar—baik berupa penguatan dolar AS maupun ancaman kebijakan tarif proteksionis dari Amerika—masih menjadi tantangan besar bagi stabilitas nilai tukar rupiah dalam waktu dekat.

Ke depan, arah rupiah akan sangat dipengaruhi oleh keputusan kebijakan ekonomi Presiden Trump, serta arah suku bunga The Fed. Dari dalam negeri, pelaku pasar akan mencermati langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah dan kebijakan fiskal pemerintah yang mendukung sektor produktif.

Related Posts

Euro Tertekan di Tengah Bayang-Bayang Tarif Trump: EUR/USD Tertahan di Jalur Bearish

Euro masih bergerak dalam tekanan dengan EUR/USD tertahan di pola wedge bearish. Ketidakpastian tarif AS dan melemahnya data ekonomi Eropa membatasi peluang kenaikan Euro. PipTrail – Pasangan mata uang EUR/USD saat…

Rupiah Tahan Gempuran Dolar AS: Ditutup Menguat ke Rp16.180, Tren Positif Berlanjut

Nilai tukar rupiah ditutup menguat tipis ke Rp16.180 per dolar AS pada Jumat, 4 Juli 2025. Bank Indonesia beri sinyal penurunan suku bunga, sementara data tenaga kerja AS beri tekanan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *