
Bank Dunia resmi menaikkan ambang batas kemiskinan global mulai Juni 2025. Pemerintah Indonesia, melalui Wamenkeu Suahasil, menyatakan akan meninjau dampaknya sebelum menyesuaikan kebijakan nasional.
PipTrail – Standar kemiskinan global akan mengalami perubahan signifikan mulai Juni 2025, menyusul kebijakan baru dari Bank Dunia yang menaikkan ambang batas garis kemiskinan berdasarkan data daya beli terbaru. Langkah ini langsung menjadi perhatian berbagai negara, termasuk Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara, memberikan pernyataan terkait keputusan tersebut. Ia menyebut bahwa pemerintah akan mengkaji secara mendalam kebijakan baru Bank Dunia tersebut, dan tidak serta-merta mengadopsinya begitu saja.
“Setiap negara punya pendekatan sendiri dalam menetapkan garis kemiskinan. Kita tentu akan mendiskusikannya dengan Bank Dunia, dan melihat apakah metodologi yang digunakan sesuai dengan konteks sosial dan ekonomi Indonesia,” kata Suahasil dalam sebuah forum ekonomi nasional di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, meskipun garis kemiskinan global penting sebagai referensi, penetapan batas kemiskinan nasional tetap harus memperhatikan kondisi riil masyarakat serta dinamika ekonomi lokal. Ia juga menyebut Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mulai melakukan pembahasan awal mengenai implikasi dari kebijakan baru tersebut.
Bank Dunia Gunakan Data PPP 2021
Kebijakan terbaru Bank Dunia didasarkan pada pembaruan perhitungan purchasing power parity (PPP) ke data tahun 2021, menggantikan PPP 2017 yang selama ini digunakan sebagai dasar penghitungan global.
Perubahan ini menghasilkan ambang batas garis kemiskinan baru sebagai berikut:
-
US$3,00 per hari untuk standar kemiskinan ekstrem global (sebelumnya US$2,15)
-
US$4,20 per hari untuk negara berpendapatan menengah ke bawah (sebelumnya US$3,65)
-
US$8,30 per hari untuk negara berpendapatan menengah ke atas (sebelumnya US$6,85)
Perubahan ini secara langsung akan berdampak pada jumlah penduduk yang dikategorikan miskin di banyak negara, termasuk Indonesia. Jika standar baru ini diadopsi secara penuh, angka kemiskinan nasional bisa meningkat drastis secara statistik, tanpa perubahan aktual di lapangan.
Indonesia Masih Gunakan Standar Rp500.000 Per Bulan
Di sisi lain, saat ini Indonesia masih menggunakan pengeluaran minimum sekitar Rp500.000 per orang per bulan sebagai tolok ukur garis kemiskinan. Angka ini jauh di bawah standar baru Bank Dunia bila dikonversi ke dolar AS, terlebih dengan nilai tukar yang fluktuatif.
Ekonom senior dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Ekonomi, Aviliani, menyampaikan bahwa penyesuaian standar kemiskinan sebaiknya tidak dilakukan secara mendadak. Ia menilai bahwa perubahan semacam ini harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan bertahap.
“Jika langsung mengikuti standar baru dari Bank Dunia, tentu angka kemiskinan nasional akan melonjak. Tapi kita tidak bisa serta-merta menyesuaikan tanpa melihat faktor lain seperti inflasi, biaya hidup layak, dan daya beli masyarakat,” jelas Aviliani.
Ia mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang definisi garis kemiskinan nasional, namun dengan pendekatan bertahap dan menyeluruh. Menurutnya, kajian ulang perlu memperhitungkan banyak aspek, termasuk kebutuhan dasar, harga barang pokok, serta perubahan gaya hidup masyarakat.
Dampak terhadap Kebijakan Sosial
Kenaikan garis kemiskinan ini berpotensi memengaruhi berbagai program sosial dan kebijakan fiskal negara. Jika jumlah penduduk miskin meningkat secara statistik, maka alokasi anggaran untuk bantuan sosial seperti PKH, BPNT, dan subsidi lainnya juga harus dievaluasi kembali.
Tak hanya itu, indikator pembangunan seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), ketimpangan pendapatan, serta pencapaian target SDGs (Sustainable Development Goals) juga dapat terpengaruh oleh perubahan ini.
Namun, pemerintah Indonesia tetap menegaskan bahwa evaluasi akan dilakukan berdasarkan data dan kondisi aktual. Suahasil Nazara menyatakan pentingnya mengambil keputusan yang berbasis bukti (evidence-based policy) dan mempertimbangkan karakteristik unik ekonomi nasional.
“Kita akan lihat situasinya lebih detail. Ini bukan sekadar angka, tapi menyangkut kebijakan dan kesejahteraan rakyat. Kami tidak akan terburu-buru,” tegas Suahasil.
Langkah Bank Dunia menaikkan standar garis kemiskinan global menandai babak baru dalam pengukuran kemiskinan di seluruh dunia. Meskipun membawa niat baik untuk merefleksikan realitas ekonomi yang lebih akurat, penerapannya harus disesuaikan dengan konteks masing-masing negara.
Indonesia, melalui pernyataan resmi Wakil Menteri Keuangan, menunjukkan pendekatan hati-hati dan strategis. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional, karakteristik sosial, dan kemampuan fiskal, pemerintah akan mengevaluasi dengan bijak sebelum menyesuaikan kebijakan garis kemiskinan di dalam negeri.
Langkah ini penting agar kebijakan sosial yang dihasilkan benar-benar menyasar kelompok rentan, dan sekaligus menjaga stabilitas keuangan negara.