
Tingkat okupansi mal dan ritel modern terus menurun di Indonesia. Menteri Perdagangan mengungkap penyebab utamanya: pergeseran pola konsumsi dan ledakan e-commerce. Simak strategi pemerintah dorong transformasi ritel melalui model hybrid hingga kampanye belanja nasional.
PipTrail – Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap industri ritel dan pusat perbelanjaan di Indonesia mengalami pergeseran besar. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa banyak mal dan toko ritel modern mulai berguguran akibat perubahan perilaku konsumen dan meningkatnya dominasi belanja online.
Dalam wawancara eksklusif di program ‘Profit’ Economic Update CNBC Indonesia pada Senin (23/6), Mendag menyampaikan bahwa tingkat okupansi pusat perbelanjaan mengalami penurunan signifikan dari 88% pada tahun 2003 menjadi hanya 80% di tahun 2024. Angka ini mencerminkan tantangan yang nyata bagi sektor ritel fisik.
“Perubahan perilaku konsumen jadi faktor utama. Sekarang mereka lebih suka belanja harian, sesuai kebutuhan, bukan lagi belanja bulanan seperti dulu,” ujarnya.
Kebiasaan baru ini membuat pertumbuhan ritel kecil di daerah permukiman meningkat, sementara pusat perbelanjaan besar yang hanya menawarkan ruang belanja perlahan ditinggalkan. Konsumen kini lebih mengutamakan kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan—sesuatu yang ditawarkan oleh platform belanja online.
Lonjakan E-commerce dan Ancaman bagi Retail Fisik
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sebanyak 33,3% penduduk usia produktif kini aktif berbelanja melalui e-commerce. Angka ini meningkat 12% dari tahun sebelumnya, mencerminkan penetrasi digital yang semakin meluas di berbagai lapisan masyarakat.
Tak hanya itu, sekitar 37,7% aktivitas perdagangan kini dilakukan secara digital. Pergeseran ini memaksa pemain ritel untuk menyesuaikan strategi bisnisnya atau tertinggal dari arus perubahan zaman.
“Bila mal tidak menghadirkan pengalaman yang berbeda, mereka akan ditinggalkan. Konsumen tidak hanya mencari barang, mereka mencari pengalaman, seperti makan bersama dan hiburan,” jelas Mendag.
Strategi Hybrid: Solusi Masa Depan Ritel
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Perdagangan bersama asosiasi seperti Aprindo, APPBI, dan HIPPINDO mendorong konsep hybrid retail atau omnichannel. Model ini memadukan keunggulan ritel fisik dan digital, memungkinkan toko untuk menjangkau konsumen lebih luas.
“Kita tidak ingin ritel fisik hilang. Tapi mereka harus bisa melayani online juga. Kita bantu menjembatani transformasi ini,” kata Mendag.
Inisiatif ini juga menyasar pasar tradisional, di mana digitalisasi menjadi kunci. Pemerintah memberikan pelatihan sistem pembayaran digital dan pengelolaan toko daring agar warung dan pedagang pasar rakyat dapat bertahan dan tumbuh di era modern.
Ritel Kelontong dan Modern Tidak Lagi Bersaing, Tapi Bersinergi
Menurut Mendag, dinamika ini bukan kali pertama terjadi. Saat ritel modern pertama muncul, toko kelontong sempat terancam. Namun kini, keduanya membangun kemitraan. Toko kelontong bahkan mendapatkan pasokan langsung dari jaringan ritel besar untuk memperluas jangkauan hingga ke daerah.
“Persaingan berubah jadi kemitraan. Sekarang saling dukung, bukan lagi saling saingi,” ungkapnya.
Deretan Supermarket Tutup: Alarm bagi Industri
Penurunan okupansi berdampak nyata. CNNIndonesia.com melaporkan bahwa hingga Mei 2025, setidaknya tiga jaringan supermarket besar menutup gerainya di Indonesia. Terbaru, GS Supermarket, waralaba asal Korea Selatan, menutup 10 cabang. Langkah ini dikonfirmasi Ketua HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah, yang menyatakan bahwa GS resmi menghentikan operasinya di tanah air.
Sebelumnya, LuLu Hypermarket asal Uni Emirat Arab juga dilaporkan menutup beberapa gerai, meski perusahaan menyatakan hanya melakukan perubahan strategi bisnis. Diskon hingga 90% sempat terjadi di beberapa lokasi.
Raksasa ritel Giant bahkan lebih dahulu menutup seluruh operasinya sejak Juli 2021 akibat kerugian beruntun, dan kini fokus pada unit usaha lain seperti Guardian, IKEA, dan Hero.
Kampanye Nasional: Dorong Belanja Produk Lokal
Untuk menjaga daya beli dan mendukung industri dalam negeri, pemerintah meluncurkan berbagai program seperti Belanja di Indonesia Aja (BINA) bersama Hippindo, serta kampanye Holiday Sale bersama Aprindo yang ditargetkan mencetak transaksi hingga Rp70 triliun.
“Holiday Sale masih berjalan sebulan penuh dan akan kita lanjutkan hingga akhir tahun, menyambut Hari Retail Nasional,” ujar Mendag.
Tak ketinggalan, kampanye Gerakan Kamis Pakai Lokal (Gaspol) mengajak pegawai Kemendag mengenakan produk UMKM dari ujung kepala hingga kaki setiap Kamis. Ini diharapkan dapat menumbuhkan kebanggaan terhadap produk lokal sekaligus mendorong permintaan domestik.
Regulasi Khusus untuk UMKM di Ritel Modern
Kementerian Perdagangan juga memperkuat posisi UMKM dengan mengatur kewajiban minimal 30% produk lokal di ritel modern, sebagaimana tertuang dalam Permendag Nomor 23 Tahun 2021 Pasal 7.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya inklusi ekonomi agar pelaku usaha kecil mendapat ruang di panggung besar perdagangan ritel.
Fenomena tutupnya ritel besar di Indonesia bukan sekadar krisis bisnis, tetapi refleksi dari perubahan mendasar dalam perilaku konsumen. Transformasi digital yang cepat memaksa industri beradaptasi atau tergilas. Melalui strategi hybrid retail, kemitraan antara toko modern dan tradisional, serta kampanye nasional pro-lokal, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara inovasi dan keberlanjutan.
Saat ritel fisik berguguran, peluang justru terbuka bagi mereka yang mampu bertransformasi.