Rupiah Terpukul! Melemah ke Rp16.492 Akibat Gejolak Global & Ketegangan Timur Tengah

Nilai tukar rupiah melemah signifikan ke Rp16.492 per dolar AS, terdampak eskalasi geopolitik di Timur Tengah dan sentimen global risk-off. Simak analisis lengkap penyebab dan dampaknya bagi ekonomi Indonesia.

Rupiah kembali tak berdaya menghadapi tekanan eksternal. Pada penutupan perdagangan Senin sore (23/6), nilai tukar rupiah melemah tajam ke level Rp16.492 per dolar Amerika Serikat (AS). Penurunan ini setara dengan pelemahan sebesar 95 poin atau 0,58 persen dibandingkan posisi sebelumnya.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis oleh Bank Indonesia, rupiah tercatat berada di level Rp16.484 per dolar AS, mencerminkan tren depresiasi yang konsisten dalam beberapa hari terakhir.

Mata Uang Asia Kompak Tersungkur

Pelemahan rupiah tidak terjadi secara tunggal. Beberapa mata uang utama di kawasan Asia turut menunjukkan pelemahan serupa, menandakan adanya tekanan sistemik yang bersumber dari faktor eksternal.

Berikut ini adalah kinerja sejumlah mata uang regional pada hari yang sama:

  • Ringgit Malaysia: Turun sebesar 0,78 persen

  • Baht Thailand: Terkoreksi 0,52 persen

  • Peso Filipina: Melemah 0,79 persen

  • Dolar Singapura: Terkikis 0,23 persen

  • Yen Jepang: Merosot 0,75 persen

  • Yuan China: Tergelincir 0,05 persen

Tak hanya negara-negara Asia, mata uang dari negara-negara maju juga ikut melemah terhadap dolar AS. Euro turun sebesar 0,24 persen, poundsterling Inggris melemah tipis 0,07 persen, dan dolar Australia terkoreksi 0,43 persen.

 Eskalasi Timur Tengah Jadi Pemicu Utama

Analis pasar dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebut bahwa faktor utama di balik melemahnya mata uang di seluruh dunia, termasuk rupiah, adalah meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.

“Eskalasi di Timur Tengah memicu sentimen risk-off di kalangan investor global. Mereka mulai menghindari aset-aset berisiko seperti mata uang pasar berkembang dan saham, lalu beralih ke aset safe haven seperti dolar AS dan emas,” jelas Lukman.

Sentimen risk-off terjadi ketika investor global mengurangi eksposur mereka terhadap investasi berisiko dan mengalihkan portofolio ke instrumen yang lebih aman. Akibatnya, terjadi lonjakan permintaan terhadap dolar AS, yang menyebabkan nilai tukar negara lain—terutama negara berkembang—melemah.

Imbas Terhadap Ekonomi Nasional

Melemahnya rupiah tentu bukan kabar baik bagi perekonomian domestik. Dengan kurs mendekati Rp16.500 per dolar AS, berbagai sektor mulai merasakan tekanan, terutama yang bergantung pada impor atau memiliki kewajiban utang dalam denominasi dolar.

  • Inflasi Impor: Barang-barang impor menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya bisa meningkatkan inflasi domestik.

  • Biaya Produksi: Industri yang masih bergantung pada bahan baku impor akan menghadapi kenaikan biaya produksi.

  • Utang Valas: Perusahaan atau BUMN yang memiliki pinjaman dalam bentuk dolar AS akan terbebani oleh nilai tukar yang tinggi.

Namun, pelemahan rupiah juga membawa potensi positif di sisi ekspor. Produk Indonesia menjadi lebih murah di pasar internasional, yang bisa meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan ekspor nonmigas.

 Peran Bank Indonesia

Dalam menghadapi tekanan ini, Bank Indonesia memiliki sejumlah instrumen kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar, seperti:

  1. Intervensi Pasar Valas: BI bisa masuk ke pasar spot dan domestic non-deliverable forward (DNDF) untuk menstabilkan volatilitas rupiah.

  2. Suku Bunga Acuan (BI Rate): Penyesuaian suku bunga bisa digunakan untuk meredam capital outflow dan mendukung nilai tukar.

  3. Kerja Sama Bilateral: BI telah menjalin kerja sama dengan beberapa bank sentral di kawasan dalam rangka memperkuat ketahanan cadangan devisa.

 Apa yang Perlu Diwaspadai Ke Depan?

Meskipun tekanan saat ini lebih banyak dipicu oleh faktor eksternal, Indonesia perlu tetap waspada terhadap berbagai potensi risiko lanjutan yang dapat memperparah situasi:

  • Kebijakan The Fed: Jika Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga, dolar AS akan semakin kuat dan rupiah bisa makin tertekan.

  • Harga Komoditas Global: Volatilitas harga minyak, batu bara, dan CPO juga bisa berdampak langsung pada neraca perdagangan Indonesia.

  • Ketidakpastian Politik Global: Konflik geopolitik di Timur Tengah dan tensi AS-Tiongkok berpotensi menciptakan gejolak baru di pasar keuangan.

Pelemahan rupiah ke level Rp16.492 per dolar AS bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Ini merupakan bagian dari fenomena global di mana mata uang negara-negara berkembang dan maju sama-sama menghadapi tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan strategi investasi global yang lebih konservatif.

Dengan kondisi global yang masih fluktuatif, ketahanan ekonomi Indonesia akan sangat bergantung pada respons kebijakan moneter yang cepat dan terukur, kerja sama lintas sektor, serta optimalisasi potensi ekspor dan sektor riil dalam negeri.

Related Posts

Boom Kripto! Transaksi Aset Digital RI Tembus Rp49 Triliun, Kepercayaan Pasar Makin Menguat

PipTrail – Transaksi kripto di Indonesia melonjak menjadi Rp49,53 triliun pada Mei 2025. Pertumbuhan ini menandai kepercayaan pasar dan perkembangan pesat sektor aset digital. Lonjakan Transaksi Kripto Capai Titik Tertinggi…

Skandal Rp38 Triliun Guncang Singapura: Credit Suisse hingga Citi Disanksi MAS

Singapura denda sembilan lembaga keuangan global, termasuk Credit Suisse dan Citigroup, senilai Rp350 miliar terkait Skandal kasus pencucian uang Rp38 triliun. Ini jadi langkah regulasi terbesar sejak skandal 1MDB. PipTrail…

One thought on “Rupiah Terpukul! Melemah ke Rp16.492 Akibat Gejolak Global & Ketegangan Timur Tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *