Trump Guncang The Fed! Dolar Anjlok, Mata Uang Asia Meroket

Mata uang Asia melonjak saat dolar AS terperosok ke titik terendah tiga tahun akibat ketegangan antara Donald Trump dan Jerome Powell soal suku bunga. Trump desak pemangkasan suku bunga, pasar menilai peluang pengganti Powell. Sentimen regional menguat di tengah gencatan Iran-Israel dan sinyal stimulus dari China.

PipTrail – Ketegangan politik Amerika Serikat memanas dan langsung berimbas pada gejolak pasar global. Pada Kamis (tanggal sesuai konteks), mata uang Asia melonjak tajam sementara dolar AS jatuh ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun. Penyebab utama? Konflik terbuka antara mantan Presiden AS Donald Trump dan Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang kian mengacaukan ekspektasi suku bunga dan menekan permintaan terhadap greenback.

Dolar yang biasanya menjadi mata uang safe haven kini justru kehilangan pamornya. Hal ini disebabkan oleh kombinasi sentimen dovish yang didorong oleh Trump dan kondisi geopolitik yang lebih kondusif setelah gencatan senjata antara Iran dan Israel.

Trump Desak Suku Bunga Rendah, Kritik Terbuka Terhadap Powell

Menurut laporan eksklusif The Wall Street Journal, Trump secara aktif mempertimbangkan untuk mengganti Jerome Powell lebih awal dari masa jabatannya yang dijadwalkan berakhir Mei 2026. Trump menyebut bahwa kebijakan suku bunga tinggi Powell hanya akan memperburuk kondisi ekonomi AS.

Dalam berbagai pernyataannya, Trump menyatakan suku bunga seharusnya dipangkas hingga 2-3 persen lebih rendah, untuk mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, Powell masih bersikap hati-hati dalam menanggapi tekanan tersebut, menyebutkan bahwa inflasi dan tarif perdagangan justru bisa memperburuk kondisi jika pelonggaran dilakukan secara agresif.

Ketegangan ini langsung menciptakan gejolak pasar. Investor kini mulai berspekulasi akan adanya penurunan suku bunga lebih cepat, bahkan seawal bulan Juli tahun ini.

Dolar Terjun Bebas, Level Terendah Sejak Maret 2022

Indeks dolar AS dan futures-nya turun antara 0,2% hingga 0,3% dalam perdagangan Asia, menyentuh titik terendah sejak Maret 2022. Tren ini memperkuat sentimen bearish terhadap dolar, di tengah meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga dan ketidakpastian arah kebijakan moneter AS.

Greenback juga kehilangan daya tariknya sebagai aset lindung nilai (safe haven) menyusul tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, yang dimediasi langsung oleh Amerika Serikat. Ini menurunkan ketegangan geopolitik dan mengalihkan perhatian investor ke aset-aset berisiko termasuk mata uang negara berkembang.

Mata Uang Asia Bangkit, Yuan Tertinggi dalam 7 Bulan

Mata uang di kawasan Asia menunjukkan performa impresif sebagai reaksi atas kelemahan dolar AS:

  • Yuan China (USDCNY) menguat 0,3%, menyentuh level tertinggi dalam tujuh bulan. Dukungan stimulus dari pemerintah RRT memperkuat posisi yuan. Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China dilaporkan akan meluncurkan paket insentif konsumen bulan Juli.

  • Dolar Taiwan (USDTWD) mencatatkan penguatan hingga 1%, menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik hari itu.

  • Yen Jepang (USDJPY) turun 0,3%, menjelang rilis data inflasi Tokyo yang dapat menjadi pemicu kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan. Pejabat BOJ bahkan mengisyaratkan nada hawkish terkait tekanan harga terbaru.

  • Won Korea Selatan (USDKRW) juga terapresiasi 0,3% seiring meningkatnya arus modal masuk ke pasar emerging.

  • Dolar Australia (AUDUSD) naik 0,4%, sementara dolar Singapura (USDSGD) turun 0,3%, dan rupee India (USDINR) melemahkan dolar sebesar 0,2%.

Outlook Pasar: Risiko Politik dan Arah The Fed Jadi Sorotan

Ketidakpastian arah suku bunga AS kini menjadi pusat perhatian pasar global. Spekulasi terkait penggantian Powell sebelum waktunya bukan hanya mengguncang dolar, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi independensi bank sentral. Intervensi politik terhadap The Fed dapat memicu ketidakstabilan jangka panjang pada pasar keuangan.

Namun demikian, kondisi di kawasan Asia justru menunjukkan optimisme:

  • Gencatan senjata Timur Tengah meredakan ketegangan global dan mendorong aset-aset risiko.

  • Langkah stimulus dari China memicu ekspektasi pertumbuhan baru, memberi dukungan fundamental bagi mata uang regional.

  • Potensi suku bunga tinggi di Jepang dan Korea Selatan juga menjadi faktor penyeimbang dalam sentimen valuta.

Dolar Ambruk, Asia Menang Angin

Ketika Trump vs Powell memicu badai di Washington, pasar Asia justru menarik napas lega. Dengan mata uang regional menguat tajam, dolar AS dalam tekanan hebat, dan investor mulai mereposisi portofolio, arah perdagangan global kian dinamis.

Namun, yang perlu dicermati adalah bagaimana The Fed merespons tekanan politik ini. Jika Powell tetap bertahan dengan pendekatan hati-hatinya, pasar akan mencari arah baru berdasarkan data makro yang rilis dalam waktu dekat. Tapi jika Trump benar-benar mengganti Powell lebih awal, efeknya bisa merembet ke sektor obligasi, saham, hingga pasar global yang lebih luas.

Untuk sekarang, Asia menang angin. Tapi badai di AS belum reda.

Related Posts

Euro Tertekan di Tengah Bayang-Bayang Tarif Trump: EUR/USD Tertahan di Jalur Bearish

Euro masih bergerak dalam tekanan dengan EUR/USD tertahan di pola wedge bearish. Ketidakpastian tarif AS dan melemahnya data ekonomi Eropa membatasi peluang kenaikan Euro. PipTrail – Pasangan mata uang EUR/USD saat…

Rupiah Terkoreksi ke Rp16.239 per Dolar AS, Tekanan Global Kian Nyata

Nilai tukar rupiah ditutup melemah terkoreksi ke Rp16.239 per dolar AS pada Senin, 7 Juli 2025. Tekanan datang dari penguatan dolar, rencana tarif baru AS, serta kekhawatiran investor global. PipTrail…

One thought on “Trump Guncang The Fed! Dolar Anjlok, Mata Uang Asia Meroket

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *